Entri Populer

Senin, 10 Oktober 2011

pendidikan anak dalam islam

Bagaimana mendidik anak dan menciptakan lingkungan yang kondusif dalam upaya pengembangan pribadi dan karakter anak, sebenarnya sudah dijelaskan secara komprehensif dalam Islam. Dalam Islam, hak-hak anak dan upaya perlindungan terhadap anak benar-benar dijaga dan dihormati. Semuanya berpangkal pada satu orientasi untuk menyiapkan generasi berkualitas dari segi moral, intelektual, dan spiritual. Buku Menjadi Orangtua Bijak, Solusi Kreatif Menangani Pelbagai Masalah Pada Anak karya Abdul Mustaqim mencoba menawarkan konsep pendidikan anak dalam perspektif Islam. Penulis buku ini mengharapkan akan muncul orangtua kreatif dan bijak dalam keluarga, sehingga pendidikan dan hak anak akan terjaga dan terealisasi dengan baik. Karena dari keluargalah pembentukan peradaban sebenarnya dimulai.[2]
Pendidikan Anak: Perspektif al-Qur’an dan al-Sunnah
Secara tegas al-Qur’an menyatakan, bahwa keturunan merupakan bagian dari kelanjutan misi kekhalifahan di muka bumi.[3] Artinya, kelangsungan peradaban bumi ini akan tergantung pada keturunan yang menjadi pewaris generasi sebelumnya. Jika mereka memiliki kualitas yang baik, tentu kehidupan di muka bumi ini akan berlanjut secara simultan. Sebaliknya jika diserahkan kepada generasi yang tidak bertanggungjawab, maka muka bumi ini akan diwarnai keangkaramurkaan dan kehancuran. Di sainilah urgensi pendidikan anak (tarbiyyah al-aulâd) dalam Islam. Dengan pendidikan yang baik dan bekesinambungan, anak-anak sebagai generasi penerus dan pewaris kehidupan di muka bumi ini akan menjadi manusia yang baik dan berorientasi kepada kemaslahatan.[4]
Berkaitan dengan pendidikan anak (tarbiyyah al-aulâd), anak memiliki dua sisi yang saling berlawanan. Satu sisi anak adalah amanah Allah yang dititipkan kepada orangtua. Di sisi lain anak merupakan fitnah bagi kehidupan orangtua secara khusus dan masyarakat serta lingkungan secara umum.[5] Karena anak merupakan amanah Allah yang akan ditanyakan pertanggungjawabannya, maka menjadi kewajiban orangtua untuk mendidiknya dengan baik agar menjadi generasi yang berkualitas. Jika amanah ini disia-siakan, tentulah kehancuran peradaban akan segera terjadi.[6] Kalau sudah seperti ini, fungsi anak sebagai amanah yang akan melanjutkan kelangsungan peradaban berubah menjadi fitnah.
Lantas bagaimana bentuk pendidikan yang baik untuk anak agar ia menjadi generasi penerus yang siap memakmurkan bumi dan melanjutkan peradaban? Dalam hal ini, al-Qur’an dan al-Hadits banyak menawarkan konsep. Pertama, Islam, melalui al-Qur’an dan al-Hadts menawarkan metode pendidikan anak yang demokratis, penuh dengan sikap lembut dan kasih sayang, tanpa melupakan ketegasan dan kewibawaan.[7] Hal ini seperti dicontohkan oleh Nabi Ibrahim as. ketika beliau diperintahkan menyembelih putranya, Ismail as.[8] Dalam peristiwa ini, Nabi Ibrahim dengan sikap demokratisnya bermusyawarah dengan Ismail untuk meminta pendapatnya. Akhirnya, dengan jiwa besar, Ismail rela berkorban demi mematuhi perintah Allah swt. Tetapi, ketabahan dan kepatuhan dua hamba Allah ini diganti dengan balasan pahala yang sangat besar.
Kedua, memulai dari memilih pasangan yang baik.[9] Generasi berkualitas hanya berasal dari benih yang bagus dan terjaga. Sehingga memilih pasangan yang memiliki kualitas keimanan dan ketakwaan kepada Allah menjadi sangat penting.[10] Karena warna pendidikan anak akan sangat bergantung pada komitmen agama kedua orangtuanya.
Ketiga, memperhatikan tahap-tahap pendidikan anak. Islam sangat jeli dalam mengkonsep pendidikan anak. Di antara tahap-tahap pendidikan anak itu antara lain: tahap pranatal (sebelum bayi lahir), tahap kelahiran bayi, tahap anak-anak, dan tahap remaja.[11]
Keempat, memperhatikan sifat pendidik, dalam hal ini orangtua. Karena proses pendidikan anak melibatkan tiga faktor utama: anak sebagai peserta didik, orangtua atau guru sebagai pendidik, dan lingkungan sebagai tempat pendidikan. Di antara sifat yang harus dimiliki orangtua dalam mendidik anak-anaknya adalah sabar, lemah lembut, penyayang, luwes, moderat, dan mengendalikan emosi.[12]
Empat konsep dasar inilah yang menjadi pilar utama pendidikan anak dalam Islam. Dengan memperhatikan keempat poin utama di atas, orangtua akan melahirkan generasi berkualitas dan bertanggungjawab yang akan meneruskan kelangsungan peradaban ini.
Peran Orang Tua dalam Pendidikan Anak
Baik-buruknya peribadi dan perilaku anak sangat bergantung kepada orangtua. Hal ini seperti ditegaskan Rasulullah saw. dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari:
Setiap anak lahir dalam keadaan suci, orang tuanya-lah yang menjadikan dia Yahudi, Nasrani, maupun Majusi.
Maka peranan orangtua dalam pendidikan anak menjadi sangat urgen. Karena hal ini bersangkutan dengan masa depan anak dan masa depan peradaban.
Dalam mendidik anak ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan orangtua. Pertama, sikap kasih sayang.[13] Sikap ini penting untuk diterapkan orangtua dalam mendidik anak, karena dengan sikap ini akan melahirkan suasana damai dalam upaya pembangunan mental anak. Tetapi orangtua harus membedakan sikap kasih sayang dengan sikap memanjakan. Terkadang orangtua menganggap bahwa menyayangi anak adalah dengan memanjakannya. Justru dengan memanjakan anak, akan melahirkan mental lembek dan sikap tidak mandiri pada anak.
Kedua, sikap bijak.[14] Selain ditentukan oleh faktor kasih sayang dalam keluarga, keberhasilan proses pendidikan anak juga sangat ditentukan oleh sikap bijak orangtua dalam mendidik anak. Hal ini pernah dicontohkan Rasulullah saw. ketika beliau mendidik generasi sahabat dengan sikap bijaksana yang tertuang dalam nilai-nilai keteladanan, keadilan, kejujuran, dan tanggungjawab. Sehingga melahirkan sahabat-sahabat yang mewarnai peradaban dengan kejayaan dan kegemilangan.
Ketiga, komunikasi efektif di tengah lingkungan keluarga.[15] Komunikasi dalam keluarga, yang dibangun di atas landasan kasih sayang, menjadi penting dalam mendidik anak, karena ia merupakan sarana pewarisan nilai-nilai moral dari orangtua kepada anak. Terkadang orangtua tidak memiliki waktu dan sarana untuk melakukan komunikasi dengan anak karena kesibukan kerja. Padahal di sinilah pintu kegagalan dalam mendidik anak.
Keempat, menciptakan keluarga yang harmonis.[16] Poin ini menjadi sangat urgen, karena dari lingkungan keluarga harmonislah anak yang bermental positif akan lahir. Sedangkan anak yang dibesarkan dalam keluarga yang tidak harmonis akan menderita gangguan perkembangan kepribadian.
Keempat faktor utama ini merupakan tanggungjawab orangtua dalam upaya pengimplementasiannya. Sehingga peran utama orangtua dalam mewujudkan keempat faktor di atas dalam kehidupan rumah tangga merupakan pintu gerbang untuk mewujudkan pendidikan anak yang baik, sebagai titik awal menciptakan generasi berkualitas.
Kiat Praktis Mendidik Anak
Setelah menjelaskan beberapa poin utama sebagai landasan moral dalam mendidik anak, penulis buku ini mencoba menawarkan beberapa langkah praktis dalam mendidik anak. Upaya yang dilakukan penulis buku ini bertumpu pada al-Qur’an dan al-Hadits sebagai landasan utama.
Pertama, mengembangkan perilaku moralitas pada anak.[17] Hal ini didasarkan pada sabda Rasulullah saw., “Sesungguhnya aku (Muhammad) diutus untuk menyempurnakan akhlak”.[18] Urgensi peran orangtua dalam mengembangkan moralitas pada anak terletak pada upaya menjaga kesucian fitrah anak. Karena anak dilahirkan dalam kondisi fitrah. Artinya nilai-nilai moral sudah ada pada anak sejak lahir. Orangtuanya-lah yang berperan menjaga dan mengembangkannya. Dalam upaya pengejawantahan perannya ini, orangtua dituntunt untuk mampu menciptakan suasana kasih sayang dalam keluarga, menjadi teladan yang baik (Uswah Hasanah), dan menerapkan sikap disiplin serta empati.
Kedua, memahami bakat dan mengembangkan kreativitas anak.[19] Hal ini dicontohkan Rasulullah saw. dengan memerintahkan kepada orangtua agar sejak kecil, anak dilatih dan diajarkan memanah, menjahit, berenang, dan sebagainya. Selain itu, orangtua juga diperintahkan untuk mengembangkan kreativitas anak. Karena dengan sikap kreatif ini, kecenderungan transfer pengetahuan (transfer of knowledge) akan bisa dikikis. Sehingga akan muncul inovasi-inovasi dari anak sebagai generasi penerus.
Ketiga, mengajarkan sikap kemandirian.[20] Hal ini menjadi penting dalam upaya pendidikan anak yang baik, karena menurut ahli hikmah jika anak dididik dalam kemanjaan ia akan menjadi manusia yang mementingkan diri sendiri (egois). Sikap mandiri bisa dipupuk dengan cara tidak selalu memberikan apa yang diinginkan anak. Karena Islam melarang orangtua untuk memberikan kasih sayang yang berlebihan kepada anak.
Keempat, mengajarkan kedisiplinan.[21] Sikap ini menjadi sangat penting, karena akan membentuk kematangan mental dan keteguhan jiwa. Dengan kedua sikap ini, anak akan dengan tekun dan sabar dalam mencapai cita-cita masa depannya.
Selain beberapa langkah praktis dalam mendidik anak seperti disebutkan di atas, Abdul Mustaqim juga menawarkan solusi kreatif bagi orangtua dalam menangani anak bermasalah.[22] Di antara beberapa permasalahan pada anak yang harus menjadi perhatian orangtua adalah: kecenderungan anak untuk bersikap nakal, malas, suka berbohong, rasa takut, malas belajar, suka jajan dan boros, serta anak yang sulit bergaul. Semua masalah tersebut bisa diatasi orangtua dengan bertumpu pada konsep dasar dalam pendidikan anak, yaitu kasih sayang, bijaksana, komunikatif, dan upaya pembentukan keluarga harmonis.
Upaya-upaya pendidikan anak seperti dipaparkan di atas merupakan upaya lahiriah dalam menghasilkan generasi berkualitas. Abdul Mustaqim juga menawarkan upaya batiniah dalam pendidikan anak. Menurutnya, pendidikan anak tidak cukup ditempuh dengan upaya lahiriah saja. Tetapi juga harus dibarengi dengan upaya batiniah berupa berdoa kepada Allah agar diberi kekuatan dan kesabaran dalam mendidik anak.[23] Di sinilah letak keistimewaan buku ini. Sehingga buku ini layak, bahkan wajib diapresiasi oleh orangtua yang mendambakan anak yang berkualitas, juga perlu dijadikan pegangan oleh para pendidik secara khusus dan masyarakat secara umum, dalam rangka mengawal moralitas demi berlangsungnya peradaban di muka bumi ini.

Minggu, 09 Oktober 2011

metode membangun keluarga islami

Salah satu metode membina keluarga islami adalah dengan menerapkan konsep MESRA dalam keluarga. MESRA merupakan kependekan dari Mendidik, Empati, Senyum, Rapi-Rajin dan Aktif. Lima langkah yang ingin ditawarkan dalam membina keluarga Islami.

Mendidik

Suami memiliki kewajiban untuk mendidik istrinya dalam mengembangkan berbagai potensi kebaikan. Walaupun ada kasus di mana secara akademis, istri memiliki jenjang pendidikan lebih tinggi, amanah sebagai qawwam di rumah tangga menyiratkan kebutuhan kematangan ilmu dan emosional pada diri suami. Isyarat peran suami sebagai pendidik disampaikan misalnya pada ayat: "Wahai orang yang beriman jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka..." (QS at-Tahrim: 6). Puncak tujuan pendidikan adalah terjaminnya keselamatan keluarga di hari akhirat kelak.

Istri dapat memposisikan diri sebagai mitra dan sebagai pembelajar dalam interaksinya dengan suami. Figur Ummul Mu'miniin, terutama pada Khadijah, Aisyah, dan Ummu Salamah radiyallahu anhun ajma'iin memberikan contoh-contoh peran sebagai mitra suami dalam menempuh cita-cita mulia kehidupan. Mereka mendukung perjuangan suami, berdialog, memberikan saran-saran dan memiliki sikap ingin tahu (curiousity) dalam ilmu-ilmu yang bermanfaat.

Peran saling mendidik dan khususnya isyarat active self-learning process (proses pembelajaran mandiri) bagi para istri tertuang pada ayat: "Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah (sunnah Nabimu). Sesungguhnya Allah Mahalembut lagi Maha Melihat". (QS al-Ahzab: 34)

Empati

Istilah empati sepadan dengan terlibatnya hati dan pikiran dengan masalah yang dihadapi orang lain di luar kita. Berbagai riset menunjukkan bahwa empati menjadi sumber berbagai sikap dan tingkah laku mulia. Sebaliknya lemahnya empati menyebabkan berbagai efek buruk pada sikap dan tingkah laku. Empati adalah awal sikap untuk membantu. Keberadaaan empati diasosiasikan dengan perbuatan pro-sosial, sebaliknya ketiadaan empati menampak pada perbuatan anti-sosial. Cara paling efektif menumbuhkan empati adalah dengan berinteraksi, mendengar, dan menghayati orang lain.

Suasana rumah tangga menjadi harmonis tatkala suami-istri saling berempati dengan pasangannya. Empati ini akan mengurangi sikap-sikap menyakiti pasangan. Kita tidak berbicara menyakiti dalam bentuk membentak atau bersikap keras terhadap pasangan; Ini terlalu jauh. Bahkan empati ini secara sangat lembut merupakan sensitifitas kita bersikap dan bertindak.

Tingkat empati suami-istri memang diuji pada sejauhmana memahami kondisi gelisah, kecewa, sedih pada saat beban pikiran dan jiwa melanda pasangan. Pada kondisi ini dukungan kita terhadap pasangan kita akan begitu besar manfaatnya. Sebaliknya sikap jujur dalam kehidupan dan suasana bahagia karena prestasi pasangan akan menjadi kesegaran yang indah dalam rumah tangga, ketika kita mampu menyampaikan apresiasi dengan tepat.

Lebih dari itu empati yang prima akan terwujud dalam suasana saling membantu di antara suami dan istri yang berlangsung secara alami. Artinya tanpa harus yang satu sampai memaksa pasangannya untuk menolong dirinya.

Senyum

Wajah Nabi Muhammad SAW senantiasa dihiasi dengan senyuman. Begitulah keseharian beliau di rumah, sebagaimana dikisahkan Aisyah ra. Bahkan Nabi menyampaikan "tabassamu wajhi li akhika shadaqah", tersenyumnya kita terhadap saudara muslim adalah sebuah shadaqah. Maka akan lebih besar pahala yang kita terima jika menghiasi wajah ini dengan senyuman untuk pasangan kita. Senyuman suami terhadap istri atau sebaliknya sangat dengan dengan pemenuhan peran suami-istri sebagai kekasih. Senyuman itu akan membuahkan cinta.

Sungguh senyum adalah pancaran hati yang damai dan hati yang diliputi cinta dan kasih sayang. Bacalah kondisi hati kita. Tatkala ia ringkih dan kasat (keras), maka sangat sulit senyum ini terpancar. Karenanya menjaga suasana senyum di rumah tangga pada hakikatnya adalah menjaga kondisi agar hati kita senantiasa hidup dengan dzikr kepada ar Rahmaan. Dialah yang menurunkan sakinah, mawaddah wa rahmah kepada kita dalam membina rumah tangga (QS ar-Ruum: 21).

Rapi-Rajin

Seorang suami akan merasa senang hatinya jika mendapati rumahnya dalam keadaan rapi. Anak-anak sudah mandi dan rapi dengan pakaian tidurnya di sore hari. Begitu juga menemui sang istri dalam keadaan rapi menarik. Sebaliknya, seorang istri akan sangat senang hatinya mendapatkan suaminya tekun dan rajin dalam bekerja. Teliti memperhatikan kebutuhan rumah tangga di sela-sela perjuangannya di masyarakat. Tentu saja seorang istri akan senang melihat suaminya berpakaian rapi, apalagi jika suaminya tetap berusaha menjaga stamina tubuh agar senantiasa fit.

Hal-hal di atas selaras dengan tuntunan Islam dalam interaksi suami-istri. "Allah itu indah dan suka keindahan", demikian isyarat Nabi. Begitu juga Nabi memerintahkan para sahabatnya agar merapikan rambutnya, bahkan beliau memberitahukan sebuah rahasia sosial, yaitu banyak menyelewengnya wanita Bani Israil, karena ketidakrapian suami mereka. Adapun diantara sifat istri shalihah yang diisyaratkan Nabi adalah yang membuat hati tertarik manakala melihatnya.

Aktif

Dalam kerangka dakwah, pembangunan al usrah al islaamiyyah atau keluarga Islami menempati jejang penting dalam membangun peradaban Islami. Keluarga ini sendiri dibangun oleh seorang suami dan istri yang sama-sama berkomitmen membentuk pribadi Islami pada dirinya.

Ketika diikrarkan akad nikah, maka diikrarkan pula untuk membangun keluarga di mana suami-istri berada dalam aktifitas kebaikan buat masyarakatnya. Dalam aktifitas kebaikan inilah sebuah keluarga akan menemukan tantangan perjuangan dan nilai mulia di tengah masyarakat.

Rasa saling mencintai dan menyayangi diantara suami-istri, bukanlah hanya sebatas "kisah picisan", yang hampa dari nilai mulia. Kadang mencengangkan, ketika bahtera rumah tangga bukannya mengarungi samudra perjuangan yang luas, tapi hanya terdampar di sungai-sungai kecil; Sibuk dengan urusan mencari harta, bertengkar dan saling menyalahkan pasangan untuk masalah-masalah sepele.

Tidak! Keluarga Islami adalah yang cinta dan sayang diantara mereka terus dipupuk untuk saling mendukung dalam perjuangan besar. Setiap hari keluarga Islami menjadi semakin cerdas, karena terus ditempa berbagai pelajaran kehidupan yang banyak dan bermutu.

Gambaran kerja sama aktif kaum lelaki dan kaum perempuan untuk kerja-kerja perbaikan kondisi sosial-masyarakat dalam ayat: "Dan orang-orang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka mereka ( adalah) menjadi penolong sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana". (QS at-Taubah: 71)

***

Adi J. Mustafa, Peminat Masalah Pengembangan Diri
sumber http://rahmat07.multiply.com

konsep rumah tangga dalam islam

Upaya Membina Rumah Tangga Samara

Rumah tangga samara (sakinah, mawaddah, rahmah) tidaklah wujud dengan proses sim-salabim tanpa kerja keras individu-individu pendukungnya. Karena itu, pemahaman yang benar tentang konsep rumah tangga samara berikut kriteria isteri dan suami teladan mutlak dimiliki.

A). Konsep Rumah Tangga Samara

Rumah tangga adalah markas atau pusat dimana denyut-denyut pergaulan hidup bergetar. Ia adalah susunan yang hidup, yang dapat mengekalkan keturunan. Rumah tangga adalah alam pergaulan manusia yang diperkecil. Bukankah dalam rumah tangga itu lahir dan tumbuh apa yang disebut aturan hidup (dien), kekuasaan, pendidikan, hukum dan perusahaan ?

Keluarga adalah kesatuan yang utuh, teratur, dan sempurna. Dari situ bergelora perasaan yang halus dan sukma yang hidup, yang dianggap sebagai mata air perikemanusiaan dan telaga pesaudaraan sejagad yang tidak pernah kering.

Struktur rumah tangga yang terbentuk melalui hubungan pernikahan mengandung tanggung jawab sekaligus meliharkan rasa saling memiliki dan saling berharap (mutual expectation). Perikatan hukum yang diikuti perikatan batin itu akan menimbulkan saling asah, asih dan asuh yang tercermin dalam pelaksanaan hak dan kewajiban.

Rumah tangga samara bercermin pada rumah tangga yang dibangun, dibentuk dan dibina oleh Rasulullah s.a.w. Teduh dan lapang dalam segala aspeknya, baik secara moral, mau pun material. Jauh dari sikap boros dalam makanan, pakaian, perabot rumah tangga dan sebagainya (QS: Al’Araf: 31). Kelapangan dari segi moral dalah segala sesuatu yang meliputi tingkah laku dan pemikiran. Penghuni rumah tangga samara selalu mengikuti tuntunan perilaku Rasulullah s.a.w.. Dalam pemikiran mereka menyukai kejelasan dan kedalaman serta menjauihi hal-hal yang rumit dan dangkal.

Dalam rumah tangga samara akan ditemui suasana yang sehat bagi perkembangan dan pertumbuhan anak. Anak-anak telah diarahkan sejak dini untuk memiliki aqidah, visi hidup, pola pikir dan akhlak yang benar. Mereka tumbuh dan berkembang dalam suasana kondusif menuju pribadi dewasa yang memiliki aqidah sehat, ibadah benar, ahklak sempurna, fisik yang kuat, mandiri, pandai mengatur dan mengurus urusannya, bertanggung jawab, pandai mengatur waktu, dan optimal dalam memanfaatkan potensinya untuk meraih materi.

Rumah tangga samara akan menjadikan jihad, syahid, dan surga sebagai tujuan optimal kehidupan berumah tangga. Mampu membebaskan diri dan keluarga dari api neraka dengan masuk surga dijadikan sebagai ukuran kesuksesan hakiki. (QS: Al Imron : 185).

Rumah tangga samara jauh dari kebisingan akibat perselisihan dan pertengkaran. (QS: Luqman: 19).

Menjaga kebersihan dan kesucian adalah hal yang selalu dijaga dalam sebuah rumah tangga samara (QS: At Taubah: 108).

B). Kriteria Suami & Isteri Teladan

Membicarakan konsep rumah tangga samara tentu saja tidak lepas dari pembicaraan tentang kriteria suami dan isteri teladan sebagai unsur utama penopang tegaknya rumah tangga.

Sebab, suami adalah qowwam dan isteri adalah mitra qowwam yang sangat berpengaruh. Suami adalah juga bapak dan isteri adalah juga ibu. Suami berperan utama di sektor publik dan isteri bertanggung jawab utama pada sektor domestik. Mereka ibarat dua kepak sayap burung yang tak boleh patah salah satunya.

Sehingga sebagai qowwam, suami haruslah tegak dan mampu menegakkan. Sikap tersebut tercermin dalam kemampuannya mengarahkan dan membimbing rumah tangga, pergaulan yang ma’ruf, tanggung jawab pendidikan anak, dan tanggung jawab pemenuhan aspek materi.

"Sebaik-baik kamu dalah terbaik terhadap isterinya. Aku adalah yang terbaik diantara kamu terhadap isteri. Tidaklah menghormati wanita kecuali laki-laki yang mulia, dan tidaklah menghinakannya kecuali laki-laki yang hina" begitulah Rasulullah s.a.w. berpesan. (HR. Ibnu Asakir dari Ali ra).

Dan sebagai mitra qowwam, isteri haruslah pandai membaca dan menterjemahkan petunjuk sang qowwam. Isteri harus dapat berfungsi sebagai rumah psikis bagi suami, sebab ia pembawa misi penentram dan penyejuk. Kedudukannya sebagai mitra menuntut seorang isteri untuk mampu mengimbangi dan berbagi tugas dengan suami dalam menjalankan roda rumah tangga.

C). Kiat-kiat membina rumah tangga samara

Seringkali kita dihadapi pada kondisi paham sesuatu secara konsep (teoritis) tapi terbentur pada praktiknya. Begitu juga dalam berumah tangga. Kita paham bagaimana seharusnya, tapi sulit untuk bersikap bagaimana seharusnya.

Kiat-kiat praktis membina rumah tangga samara, antara lain adalah sebagai berikut:

Pertama: Harus ada penetapan cinta dalam diri suami isteri. Cinta yang mekar diawal pernikahan hendaknya tetap bersemi dalam perjalanan selanjutnya. Jangan biarkan cinta brguguran. Jangan buang bahasa cinta dalam kamus pergaulan suami isteri. Sikap mesra dan romantis yang biasanya bertaburan pada awal pernikahan hendaknya dapat dipertahankan. Tidak ada istilah sudah tua untuk mengekspressikan rasa cinta dengan mengatakan, mencium, memeluk atau bersikap manis. Bukankah Rasulullah s.a.w. senantiasa menunjukkan rasa cintanya pada isteri dan anak-anaknya dengan mencium, memeluk, bermain-main, dan bersenda gurau….?

Kedua: Harus dikembangkan sistem kerja sama yang benar, harmonis dan seimbang, disertai keinginan untuk menjauhi sebab-sebab perpecahan dan perselisihan.

Ketiga: Harus dipikirkan pola komunikasi yang sehat dan efektif, terlebih bila banyak kesibukan dan tanggung jawab lain diluar rumah tangga. Adalah tidak sehat bila isteri merasa tertekan dengan gaya bossy sang suami atau sebaliknya suami merasa isteri tidak mengindahkannya.

Keempat: Harus ada upaya untuk menyelesaikan problem-problem rumah tangga dengan sikap dewasa dan proporsional. Termasuk didalamnya masalah perasaan, anak, ekonomi, komunikasi, dan sebagainya. Masalah sekecil apapun harus tuntas. Adalah kebiasaan yang salah, namun banyak terjadi, menganggap selesainya masalah dengan berlalunya waktu atau mendiamkannya.

Kelima: Adanya perhatian terhadap kesehatan hubungan seksual suami isteri. Adalah keliru bila menganggap masalah seksual sebagai hal tabu yang tak patut dibicarakan dan dipermasalahkan. Bukankah Allah s.w.t. memberikan hajat seksual ini sebagai kebutuhan fitrah yang tak mungkin ditinggalkan? Sikap realistis dan proporsional kembali diperlukan dalam menyelesaikan masalah ini.

Keenam: Sedapat mungkin menghindari adanya intervensi pihak lain dalam urusan internal rumah tangga, baik dalam masalah ekonomi, pendidikan anak, ataupun masalah kebijakan rumah tangga. Ini dapat terjadi manakala kemandirian dan tidak menunjukkan sikap ketergantungan telah diterapkan sejak awal.



Rumah Tangga Samara : Bukan Utopia !!!

Mengapa tidak ?? Kita tak perlu pesimis. Yakinlah. Rasulullah s.a.w. turun membawa ajaran Islam untuk menjadi nyata, termasuk merealisasikan konsep rumah tangga samara di muka bumi ini. Dan ajaran Islam adalah pas buat kita. Tinggal berpulang pada diri: maukah berusaha maksimal atau tidak ?.

Wallohu’alam !



  hal yang harus diperhatikan:


Beberapa faktor penyebab kegagalan membina kebahagian suami-istri.:

Pertama, kurangnya perhatian terhadap masalah-masalah yang berhubungan dengan fase pra-nikah.
Kedua, kurangnya pemahaman tentang hak dan kewajiban suami-istri.
Ketiga, ketidakmampuan untuk bersikap realitis dalam masalah nafkah, sifat masing-masing, pemenuhan hak dan kewajiban, serta masalah lainnya.
Keempat, kurang memehami masalah kejiwaan masing-masing pihak.
Kelima, pengabaian terhadap masalah anak.
Keenam, ketidakmampuan bersikap proporsional dalam menghadapi problema rumah tangga.






sumber: http://copas.blogsome.com/2008/09/08/rumahku-surgaku/

Pernikahan dalam Islam

Islam adalah agama yang syumul (universal). Agama yang mencakup semua sisi kehidupan. Tidak ada suatu masalah pun, dalam kehidupan ini, yang tidak dijelaskan. Dan tidak ada satu pun masalah yang tidak disentuh nilai Islam, walau masalah tersebut nampak kecil dan sepele. Itulah Islam, agama yang memberi rahmat bagi sekalian alam.


Dalam masalah perkawinan, Islam telah berbicara banyak. Dari mulai bagaimana mencari kriteria bakal calon pendamping hidup, hingga bagaimana memperlakukannya kala resmi menjadi sang penyejuk hati. Islam menuntunnya. Begitu pula Islam mengajarkan bagaimana mewujudkan sebuah pesta pernikahan yang meriah, namun tetap mendapatkan berkah dan tidak melanggar tuntunan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, begitu pula dengan pernikahan yang sederhana namun tetap penuh dengan pesona. Islam mengajarkannya.

Nikah merupakan jalan yang paling bermanfa’at dan paling afdhal dalam upaya merealisasikan dan menjaga kehormatan, karena dengan nikah inilah seseorang bisa terjaga dirinya dari apa yang diharamkan Allah. Oleh sebab itulah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendorong untuk mempercepat nikah, mempermudah jalan untuknya dan memberantas kendala-kendalanya.

Nikah merupakan jalan fitrah yang bisa menuntaskan gejolak biologis dalam diri manusia, demi mengangkat cita-cita luhur yang kemudian dari persilangan syar’i tersebut sepasang suami istri dapat menghasilkan keturunan, hingga dengan perannya kemakmuran bumi ini menjadi semakin semarak.

Melalui risalah singkat ini. Anda diajak untuk bisa mempelajari dan menyelami tata cara perkawinan Islam yang begitu agung nan penuh nuansa. Anda akan diajak untuk meninggalkan tradisi-tradisi masa lalu yang penuh dengan upacara-upacara dan adat istiadat yang berkepanjangan dan melelahkan.

Mestikah kita bergelimang dengan kesombongan dan kedurhakaan hanya lantaran sebuah pernikahan ..?
Na’udzu billahi min dzalik.

Wallahu musta’an.

MUQADIMAH

Persoalan perkawinan adalah persoalan yang selalu aktual dan selalu menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat dan hajat hidup manusia yang asasi saja tetapi juga menyentuh suatu lembaga yang luhur dan sentral yaitu rumah tangga. Luhur, karena lembaga ini merupakan benteng bagi pertahanan martabat manusia dan nilai-nilai ahlaq yang luhur dan sentral.

Karena lembaga itu memang merupakan pusat bagi lahir dan tumbuhnya Bani Adam, yang kelak mempunyai peranan kunci dalam mewujudkan kedamaian dan kemakmuran di bumi ini. Menurut Islam Bani Adam lah yang memperoleh kehormatan untuk memikul amanah Ilahi sebagai khalifah di muka bumi, sebagaimana firman Allah Ta’ala.

“Artinya : Ingatlah ketika Rabb-mu berfirman kepada para Malaikat : “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata : “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di muka bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau ?. Allah berfirman : “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”. (Al-Baqarah : 30).

Perkawinan bukanlah persoalan kecil dan sepele, tapi merupakan persoalan penting dan besar. ‘Aqad nikah (perkawinan) adalah sebagai suatu perjanjian yang kokoh dan suci (MITSAAQON GHOLIIDHOO), sebagaimana firman Allah Ta’ala.

“Artinya : Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami istri dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat”. (An-Nisaa’ : 21).

Karena itu, diharapkan semua pihak yang terlibat di dalamnya, khususnya suami istri, memelihara dan menjaganya secara sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab.Agama Islam telah memberikan petunjuk yang lengkap dan rinci terhadap persoalan perkawinan. Mulai dari anjuran menikah, cara memilih pasangan yang ideal, melakukan khitbah (peminangan), bagaimana mendidik anak, serta memberikan jalan keluar jika terjadi kemelut dalam rumah tangga, sampai dalam proses nafaqah dan harta waris, semua diatur oleh Islam secara rinci dan detail.

Selanjutnya untuk memahami konsep Islam tentang perkawinan, maka rujukan yang paling sah dan benar adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah Shahih (yang sesuai dengan pemahaman Salafus Shalih -pen). Dengan rujukan ini kita akan dapati kejelasan tentang aspek-aspek perkawinan maupun beberapa penyimpangan dan pergeseran nilai perkawinan yang terjadi di masyarakat kita.

Tentu saja tidak semua persoalan dapat penulis tuangkan dalam tulisan ini, hanya beberapa persoalan yang perlu dibahas yaitu tentang : Fitrah Manusia, Tujuan Perkawinan dalam Islam, Tata Cara Perkawinan dan Penyimpangan Dalam Perkawinan.
PERKAWINAN ADALAH FITRAH KEMANUSIAAN

Agama Islam adalah agama fithrah, dan manusia diciptakan Allah Ta’ala cocok dengan fitrah ini, karena itu Allah Subhanahu wa Ta’ala menyuruh manusia menghadapkan diri ke agama fithrah agar tidak terjadi penyelewengan dan penyimpangan. Sehingga manusia berjalan di atas fithrahnya.

Perkawinan adalah fitrah kemanusiaan, maka dari itu Islam menganjurkan untuk nikah, karena nikah merupakan gharizah insaniyah (naluri kemanusiaan). Bila gharizah ini tidak dipenuhi dengan jalan yang sah yaitu perkawinan, maka ia akan mencari jalan-jalan syetan yang banyak menjerumuskan ke lembah hitam.
Firman Allah Ta’ala.

“Artinya : Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. (Ar-Ruum : 30).

A. Islam Menganjurkan NikahIslam telah menjadikan ikatan perkawinan yang sah berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai satu-satunya sarana untuk memenuhi tuntutan naluri manusia yang sangat asasi, dan sarana untuk membina keluarga yang Islami. Penghargaan Islam terhadap ikatan perkawinan besar sekali, sampai-sampai ikatan itu ditetapkan sebanding dengan separuh agama. Anas bin Malik radliyallahu ‘anhu berkata : “Telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :

“Artinya : Barangsiapa menikah, maka ia telah melengkapi separuh dari agamanya. Dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang separuhnya lagi”. (Hadist Riwayat Thabrani dan Hakim).

B. Islam Tidak Menyukai MembujangRasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk menikah dan melarang keras kepada orang yang tidak mau menikah. Anas bin Malik radliyallahu ‘anhu berkata : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk nikah dan melarang kami membujang dengan larangan yang keras”. Dan beliau bersabda :

“Artinya : Nikahilah perempuan yang banyak anak dan penyayang. Karena aku akan berbangga dengan banyaknya umatku dihadapan para Nabi kelak di hari kiamat”. (Hadits Riwayat Ahmad dan di shahihkan oleh Ibnu Hibban).

Pernah suatu ketika tiga orang shahabat datang bertanya kepada istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang peribadatan beliau, kemudian setelah diterangkan, masing-masing ingin meningkatkan peribadatan mereka. Salah seorang berkata: Adapun saya, akan puasa sepanjang masa tanpa putus. Dan yang lain berkata: Adapun saya akan menjauhi wanita, saya tidak akan kawin selamanya …. Ketika hal itu didengar oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau keluar seraya bersabda :

“Artinya : Benarkah kalian telah berkata begini dan begitu, sungguh demi Allah, sesungguhnya akulah yang paling takut dan taqwa di antara kalian. Akan tetapi aku berpuasa dan aku berbuka, aku shalat dan aku juga tidur dan aku juga mengawini perempuan. Maka barangsiapa yang tidak menyukai sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku”. (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim).

Orang yang mempunyai akal dan bashirah tidak akan mau menjerumuskan dirinya ke jalan kesesatan dengan hidup membujang. Kata Syaikh Hussain Muhammad Yusuf : “Hidup membujang adalah suatu kehidupan yang kering dan gersang, hidup yang tidak mempunyai makna dan tujuan. Suatu kehidupan yang hampa dari berbagai keutamaan insani yang pada umumnya ditegakkan atas dasar egoisme dan mementingkan diri sendiri serta ingin terlepas dari semua tanggung jawab”.Orang yang membujang pada umumnya hanya hidup untuk dirinya sendiri. Mereka membujang bersama hawa nafsu yang selalu bergelora, hingga kemurnian semangat dan rohaninya menjadi keruh. Mereka selalu ada dalam pergolakan melawan fitrahnya, kendatipun ketaqwaan mereka dapat diandalkan, namun pergolakan yang terjadi secara terus menerus lama kelamaan akan melemahkan iman dan ketahanan jiwa serta mengganggu kesehatan dan akan membawanya ke lembah kenistaan.

Jadi orang yang enggan menikah baik itu laki-laki atau perempuan, maka mereka itu sebenarnya tergolong orang yang paling sengsara dalam hidup ini. Mereka itu adalah orang yang paling tidak menikmati kebahagiaan hidup, baik kesenangan bersifat sensual maupun spiritual. Mungkin mereka kaya, namun mereka miskin dari karunia Allah.

Islam menolak sistem ke-rahib-an karena sistem tersebut bertentangan dengan fitrah kemanusiaan, dan bahkan sikap itu berarti melawan sunnah dan kodrat Allah Ta’ala yang telah ditetapkan bagi makhluknya. Sikap enggan membina rumah tangga karena takut miskin adalah sikap orang jahil (bodoh), karena semua rezeki sudah diatur oleh Allah sejak manusia berada di alam rahim, dan manusia tidak bisa menteorikan rezeki yang dikaruniakan Allah, misalnya ia berkata : “Bila saya hidup sendiri gaji saya cukup, tapi bila punya istri tidak cukup ?!”.

Perkataan ini adalah perkataan yang batil, karena bertentangan dengan ayat-ayat Allah dan hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah memerintahkan untuk kawin, dan seandainya mereka fakir pasti Allah akan membantu dengan memberi rezeki kepadanya. Allah menjanjikan suatu pertolongan kepada orang yang nikah, dalam firman-Nya:

“Artinya : Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui”.
(An-Nur : 32).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menguatkan janji Allah itu dengan sabdanya :

“Artinya : Ada tiga golongan manusia yang berhak Allah tolong mereka, yaitu seorang mujahid fi sabilillah, seorang hamba yang menebus dirinya supaya merdeka, dan seorang yang menikah karena ingin memelihara kehormatannya”. (Hadits Riwayat Ahmad 2 : 251, Nasa’i, Tirmidzi, Ibnu Majah hadits No. 2518, dan Hakim 2 : 160 dari shahabat Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu).

Para Salafus-Shalih sangat menganjurkan untuk nikah dan mereka anti membujang, serta tidak suka berlama-lama hidup sendiri.Ibnu Mas’ud radliyallahu ‘anhu pernah berkata : “Jika umurku tinggal sepuluh hari lagi, sungguh aku lebih suka menikah daripada aku harus menemui Allah sebagai seorang bujangan”. (Ihya Ulumuddin dan Tuhfatul ‘Arus hal. 20).
TUJUAN PERKAWINAN DALAM ISLAM

1. Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia Yang Asasi

Di tulisan terdahulu [bagian kedua] kami sebutkan bahwa perkawinan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini yaitu dengan aqad nikah (melalui jenjang perkawinan), bukan dengan cara yang amat kotor menjijikan seperti cara-cara orang sekarang ini dengan berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan oleh Islam.

2. Untuk Membentengi Ahlak Yang Luhur

Sasaran utama dari disyari’atkannya perkawinan dalam Islam di antaranya ialah untuk membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang telah menurunkan dan meninabobokan martabat manusia yang luhur. Islam memandang perkawinan dan pembentukan keluarga sebagai sarana efefktif untuk memelihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan melindungi masyarakat dari kekacauan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Artinya : Wahai para pemuda ! Barangsiapa diantara kalian berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih menundukan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa (shaum), karena shaum itu dapat membentengi dirinya”. (Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, Darimi, Ibnu Jarud dan Baihaqi).

3. Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang IslamiDalam Al-Qur’an disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya Thalaq (perceraian), jika suami istri sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas Allah, sebagaimana firman Allah dalam ayat berikut :

“Artinya : Thalaq (yang dapat dirujuki) dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang dhalim”. (Al-Baqarah : 229).

Yakni keduanya sudah tidak sanggup melaksanakan syari’at Allah. Dan dibenarkan rujuk (kembali nikah lagi) bila keduanya sanggup menegakkan batas-batas Allah. Sebagaimana yang disebutkan dalam surat Al-Baqarah lanjutan ayat di atas :

“Artinya : Kemudian jika si suami menthalaqnya (sesudah thalaq yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dikawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami yang pertama dan istri) untuk kawin kembali, jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkannya kepada kaum yang (mau) mengetahui “. (Al-Baqarah : 230).

Jadi tujuan yang luhur dari pernikahan adalah agar suami istri melaksanakan syari’at Islam dalam rumah tangganya. Hukum ditegakkannya rumah tangga berdasarkan syari’at Islam adalah WAJIB. Oleh karena itu setiap muslim dan muslimah yang ingin membina rumah tangga yang Islami, maka ajaran Islam telah memberikan beberapa kriteria tentang calon pasangan yang ideal :
a. Harus Kafa’ah
b. Shalihah a. Kafa’ah Menurut Konsep Islam
Pengaruh materialisme telah banyak menimpa orang tua. Tidak sedikit zaman sekarang ini orang tua yang memiliki pemikiran, bahwa di dalam mencari calon jodoh putra-putrinya, selalu mempertimbangkan keseimbangan kedudukan, status sosial dan keturunan saja. Sementara pertimbangan agama kurang mendapat perhatian. Masalah Kufu’ (sederajat, sepadan) hanya diukur lewat materi saja.

Menurut Islam, Kafa’ah atau kesamaan, kesepadanan atau sederajat dalam perkawinan, dipandang sangat penting karena dengan adanya kesamaan antara kedua suami istri itu, maka usaha untuk mendirikan dan membina rumah tangga yang Islami inysa Allah akan terwujud. Tetapi kafa’ah menurut Islam hanya diukur dengan kualitas iman dan taqwa serta ahlaq seseorang, bukan status sosial, keturunan dan lain-lainnya. Allah memandang sama derajat seseorang baik itu orang Arab maupun non Arab, miskin atau kaya. Tidak ada perbedaan dari keduanya melainkan derajat taqwanya (Al-Hujuraat : 13).

“Artinya : Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang-orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (Al-Hujuraat : 13).

Dan mereka tetap sekufu’ dan tidak ada halangan bagi mereka untuk menikah satu sama lainnya. Wajib bagi para orang tua, pemuda dan pemudi yang masih berfaham materialis dan mempertahankan adat istiadat wajib mereka meninggalkannya dan kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah Nabi yang Shahih. Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :

“Artinya : Wanita dikawini karena empat hal : Karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih karena agamanya (ke-Islamannya), sebab kalau tidak demikian, niscaya kamu akan celaka”. (Hadits Shahi Riwayat Bukhari 6:123, Muslim 4:175).

b. Memilih Yang Shalihah
Orang yang mau nikah harus memilih wanita yang shalihah dan wanita harus memilih laki-laki yang shalih.
Menurut Al-Qur’an wanita yang shalihah ialah :

“Artinya : Wanita yang shalihah ialah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri bila suami tidak ada, sebagaimana Allah telah memelihara (mereka)”. (An-Nisaa : 34).

Menurut Al-Qur’an dan Al-Hadits yang Shahih di antara ciri-ciri wanita yang shalihah ialah :

“Ta’at kepada Allah, Ta’at kepada Rasul, Memakai jilbab yang menutup seluruh auratnya dan tidak untuk pamer kecantikan (tabarruj) seperti wanita jahiliyah (Al-Ahzab : 32), Tidak berdua-duaan dengan laki-laki yang bukan mahram, Ta’at kepada kedua Orang Tua dalam kebaikan, Ta’at kepada suami dan baik kepada tetangganya dan lain sebagainya”.

Bila kriteria ini dipenuhi Insya Allah rumah tangga yang Islami akan terwujud. Sebagai tambahan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan untuk memilih wanita yang peranak dan penyayang agar dapat melahirkan generasi penerus umat. 4. Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah

Menurut konsep Islam, hidup sepenuhnya untuk beribadah kepada Allah dan berbuat baik kepada sesama manusia. Dari sudut pandang ini, rumah tangga adalah salah satu lahan subur bagi peribadatan dan amal shalih di samping ibadat dan amal-amal shalih yang lain, sampai-sampai menyetubuhi istri-pun termasuk ibadah (sedekah).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Artinya : Jika kalian bersetubuh dengan istri-istri kalian termasuk sedekah !. Mendengar sabda Rasulullah para shahabat keheranan dan bertanya : “Wahai Rasulullah, seorang suami yang memuaskan nafsu birahinya terhadap istrinya akan mendapat pahala ?” Nabi shallallahu alaihi wa sallam menjawab : “Bagaimana menurut kalian jika mereka (para suami) bersetubuh dengan selain istrinya, bukankah mereka berdosa .? Jawab para shahabat :”Ya, benar”. Beliau bersabda lagi : “Begitu pula kalau mereka bersetubuh dengan istrinya (di tempat yang halal), mereka akan memperoleh pahala !”. (Hadits Shahih Riwayat Muslim 3:82, Ahmad 5:1167-168 dan Nasa’i dengan sanad yang Shahih).

5. Untuk Mencari Keturunan Yang Shalih Tujuan perkawinan di antaranya ialah untuk melestarikan dan mengembangkan bani Adam, Allah berfirman :

“Artinya : Allah telah menjadikan dari diri-diri kamu itu pasangan suami istri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?”. (An-Nahl : 72).

Dan yang terpenting lagi dalam perkawinan bukan hanya sekedar memperoleh anak, tetapi berusaha mencari dan membentuk generasi yang berkualitas, yaitu mencari anak yang shalih dan bertaqwa kepada Allah.Tentunya keturunan yang shalih tidak akan diperoleh melainkan dengan pendidikan Islam yang benar. Kita sebutkan demikian karena banyak “Lembaga Pendidikan Islam”, tetapi isi dan caranya tidak Islami. Sehingga banyak kita lihat anak-anak kaum muslimin tidak memiliki ahlaq Islami, diakibatkan karena pendidikan yang salah. Oleh karena itu suami istri bertanggung jawab mendidik, mengajar, dan mengarahkan anak-anaknya ke jalan yang benar.

Tentang tujuan perkawinan dalam Islam, Islam juga memandang bahwa pembentukan keluarga itu sebagai salah satu jalan untuk merealisasikan tujuan-tujuan yang lebih besar yang meliputi berbagai aspek kemasyarakatan berdasarkan Islam yang akan mempunyai pengaruh besar dan mendasar terhadap kaum muslimin dan eksistensi umat Islam.

TATA CARA PERKAWINAN DALAM ISLAM

Islam telah memberikan konsep yang jelas tentang tata cara perkawinan berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah yang Shahih (sesuai dengan pemahaman para Salafus Shalih -peny), secara singkat penulis sebutkan dan jelaskan seperlunya :

1. Khitbah (Peminangan)
Seorang muslim yang akan mengawini seorang muslimah hendaknya ia meminang terlebih dahulu, karena dimungkinkan ia sedang dipinang oleh orang lain, dalam hal ini Islam melarang seorang muslim meminang wanita yang sedang dipinang oleh orang lain (Muttafaq ‘alaihi). Dalam khitbah disunnahkan melihat wajah yang akan dipinang (Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi No. 1093 dan Darimi).

2. Aqad Nikah
Dalam aqad nikah ada beberapa syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi :
a. Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai.
b. Adanya Ijab Qabul.
c. Adanya Mahar.
d. Adanya Wali.
e. Adanya Saksi-saksi.

Dan menurut sunnah sebelum aqad nikah diadakan khutbah terlebih dahulu yang dinamakan Khutbatun Nikah atau Khutbatul Hajat.

3. Walimah
Walimatul ‘urusy hukumnya wajib dan diusahakan sesederhana mungkin dan dalam walimah hendaknya
diundang orang-orang miskin. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang mengundang orang-orang kaya saja berarti makanan itu sejelek-jelek makanan.

Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Makanan paling buruk adalah makanan dalam walimah yang hanya mengundang orang-orang kaya saja untuk makan, sedangkan orang-orang miskin tidak diundang. Barangsiapa yang tidak menghadiri undangan walimah, maka ia durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya”. (Hadits Shahih Riwayat Muslim 4:154 dan Baihaqi 7:262 dari Abu Hurairah).

Sebagai catatan penting hendaknya yang diundang itu orang-orang shalih, baik kaya maupun miskin, karena ada sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :

“Artinya : Janganlah kamu bergaul melainkan dengan orang-orang mukmin dan jangan makan makananmu melainkan orang-orang yang taqwa”. (Hadist Shahih Riwayat Abu Dawud, Tirmidzi, Hakim 4:128 dan Ahmad 3:38 dari Abu Sa’id Al-Khudri).

SEBAGIAN PENYELEWENGAN YANG TERJADI DALAM PERKAWINAN YANG WAJIB DIHINDARKAN/DIHILANGKAN 1. Pacaran
Kebanyakan orang sebelum melangsungkan perkawinan biasanya “Berpacaran” terlebih dahulu, hal ini biasanya dianggap sebagai masa perkenalan individu, atau masa penjajakan atau dianggap sebagai perwujudan rasa cinta kasih terhadap lawan jenisnya.

Adanya anggapan seperti ini, kemudian melahirkan konsesus bersama antar berbagai pihak untuk
menganggap masa berpacaran sebagai sesuatu yang lumrah dan wajar-wajar saja. Anggapan seperti ini adalah anggapan yang salah dan keliru. Dalam berpacaran sudah pasti tidak bisa dihindarkan dari berintim-intim dua insan yang berlainan jenis, terjadi pandang memandang dan terjadi sentuh menyentuh, yang sudah jelas semuanya haram hukumnya menurut syari’at Islam.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Artinya : Jangan sekali-kali seorang laki-laki bersendirian dengan seorang perempuan, melainkan si perempuan itu bersama mahramnya”. (Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Bukhari dan Muslim).

Jadi dalam Islam tidak ada kesempatan untuk berpacaran dan berpacaran hukumnya haram. 2. Tukar Cincin
Dalam peminangan biasanya ada tukar cincin sebagai tanda ikatan, hal ini bukan dari ajaran Islam. (Lihat Adabuz-Zafat, Nashiruddin Al-Bani)

3. Menuntut Mahar Yang Tinggi
Menurut Islam sebaik-baik mahar adalah yang murah dan mudah, tidak mempersulit atau mahal. Memang mahar itu hak wanita, tetapi Islam menyarankan agar mempermudah dan melarang menuntut mahar yang tinggi.

Adapun cerita teguran seorang wanita terhadap Umar bin Khattab yang membatasi mahar wanita, adalah cerita yang salah karena riwayat itu sangat lemah. (Lihat Irwa’ul Ghalil 6, hal. 347-348).

4. Mengikuti Upacara Adat
Ajaran dan peraturan Islam harus lebih tinggi dari segalanya. Setiap acara, upacara dan adat istiadat yang bertentangan dengan Islam, maka wajib untuk dihilangkan. Umumnya umat Islam dalam cara perkawinan selalu meninggikan dan menyanjung adat istiadat setempat, sehingga sunnah-sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang benar dan shahih telah mereka matikan dan padamkan.

Sungguh sangat ironis…!. Kepada mereka yang masih menuhankan adat istiadat jahiliyah dan melecehkan konsep Islam, berarti mereka belum yakin kepada Islam.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

“Artinya : Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ?”. (Al-Maaidah : 50).

Orang-orang yang mencari konsep, peraturan, dan tata cara selain Islam, maka semuanya tidak akan diterima oleh Allah dan kelak di Akhirat mereka akan menjadi orang-orang yang merugi, sebagaimana firman Allah Ta’ala :

“Artinya : Barangsiapa yang mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi”. (Ali-Imran : 85).

5. Mengucapkan Ucapan Selamat Ala Kaum Jahiliyah
Kaum jahiliyah selalu menggunakan kata-kata Birafa’ Wal Banin, ketika mengucapkan selamat kepada kedua mempelai. Ucapan Birafa’ Wal Banin (=semoga mempelai murah rezeki dan banyak anak) dilarang oleh Islam.Dari Al-Hasan, bahwa ‘Aqil bin Abi Thalib nikah dengan seorang wanita dari Jasyam. Para tamu mengucapkan selamat dengan ucapan jahiliyah : Birafa’ Wal Banin. ‘Aqil bin Abi Thalib melarang mereka seraya berkata : “Janganlah kalian ucapkan demikian !. Karena Rasulullah shallallhu ‘alaihi wa sallam melarang ucapan demikian”. Para tamu bertanya :”Lalu apa yang harus kami ucapkan, wahai Abu Zaid ?”.
‘Aqil menjelaskan :

“Ucapkanlah : Barakallahu lakum wa Baraka ‘Alaiykum” (= Mudah-mudahan Allah memberi kalian keberkahan dan melimpahkan atas kalian keberkahan). Demikianlah ucapan yang diperintahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam”. (Hadits Shahih Riwayat Ibnu Abi Syaibah, Darimi 2:134, Nasa’i, Ibnu Majah, Ahmad 3:451, dan lain-lain).

Do’a yang biasa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ucapkan kepada seorang mempelai ialah :

“Baarakallahu laka wa baarakaa ‘alaiyka wa jama’a baiynakumaa fii khoir”

Do’a ini berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan dari Abu Hurairah:

‘Artinya : Dari Abu hurairah, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam jika mengucapkan selamat kepada seorang mempelai, beliau mengucapkan do’a : (Baarakallahu laka wabaraka ‘alaiyka wa jama’a baiynakuma fii khoir) = Mudah-mudahan Allah memberimu keberkahan, Mudah-mudahan Allah mencurahkan keberkahan atasmu dan mudah-mudahan Dia mempersatukan kamu berdua dalam kebaikan”. (Hadits Shahih Riwayat Ahmad 2:38, Tirmidzi, Darimi 2:134, Hakim 2:183, Ibnu Majah dan Baihaqi 7:148).

6. Adanya Ikhtilath
Ikhtilath adalah bercampurnya laki-laki dan wanita hingga terjadi pandang memandang, sentuh menyentuh, jabat tangan antara laki-laki dan wanita. Menurut Islam antara mempelai laki-laki dan wanita harus dipisah, sehingga apa yang kita sebutkan di atas dapat dihindari semuanya. 7. Pelanggaran Lain
Pelanggaran-pelanggaran lain yang sering dilakukan di antaranya adalah musik yang hingar bingar.

KHATIMAH

Rumah tangga yang ideal menurut ajaran Islam adalah rumah tangga yang diliputi Sakinah (ketentraman jiwa), Mawaddah (rasa cinta) dan Rahmah (kasih sayang), Allah berfirman :

“Artinya : Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu hidup tentram bersamanya. Dan Dia (juga) telah menjadikan diantaramu (suami, istri) rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir”. (Ar-Ruum : 21).

Dalam rumah tangga yang Islami, seorang suami dan istri harus saling memahami kekurangan dan
kelebihannya, serta harus tahu pula hak dan kewajibannya serta memahami tugas dan fungsinya
masing-masing yang harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.Sehingga upaya untuk mewujudkan perkawinan dan rumah tangga yang mendapat keridla’an Allah dapat terealisir, akan tetapi mengingat kondisi manusia yang tidak bisa lepas dari kelemahan dan kekurangan, sementara ujian dan cobaan selalu mengiringi kehidupan manusia, maka tidak jarang pasangan yang sedianya hidup tenang, tentram dan bahagia mendadak dilanda “kemelut” perselisihan dan percekcokan.

Bila sudah diupayakan untuk damai sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur’an surat An-Nisaa : 34-35, tetapi masih juga gagal, maka Islam memberikan jalan terakhir, yaitu “perceraian”.

Marilah kita berupaya untuk melakasanakan perkawinan secara Islam dan membina rumah tangga yang Islami, serta kita wajib meninggalkan aturan, tata cara, upacara dan adat istiadat yang bertentangan dengan Islam.
Ajaran Islam-lah satu-satunya ajaran yang benar dan diridlai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala (Ali-Imran : 19).

“Artinya : Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami istri-istri dan keturunan yang menyejukkan hati kami, dan jadikanlah kami Imam bagi orang-orang yang bertaqwa”. (Al-Furqaan : 74)

Amiin. Wallahu a’alam bish shawab.

===================================================================

Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.

Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.

Dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.

dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipat gandakan pahala baginya.

(QS.At-Thalaq:2-6)

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.

(QS.Ali-Imraan:102)

sumber http://koswara.wordpress.com

Pacaran dalam pandangan islam

Bagaimana pandangan Ibnu Qoyyim tentang hal ini ? Kata Ibnu Qoyyim, " Hubungan intim tanpa pernikahan adalah haram dan merusak cinta. Malah, cinta diantara keduanya akan berakhir dengan sikap saling membenci dan bermusuhan. Karena bila keduanya telah merasakan kenikmatan dan cita rasa cinta, tidak boleh tidak akan timbul keinginan lain yang tidak diperoleh sebelumnya. "
" Bohong !" Itulah pandangan mereka guna membela hawa nafsunya yang dimurkai Allah, yakni berpacaran. Karena mereka telah tersosialisasi dengan keadaan seperti ini, seolah-olah mengharuskan adanya pacaran dengan bercintaan secara haram. Bahkan lebih dari itu mereka berani mengikrarkan, bahwa cinta yang dilahirkan bersama dengan sang pacar adalah cinta suci dan bukan cinta birahi. Hal ini didengung-dengungkan, dipublikasikan dalam segala bentuk media, entah cetak maupun elektronika. Entah yang legal maupun ilegal. Padahal yang diistilahkan kesucian dalam islam adalah bukanlah semata-mata kepemudaan, kegadisan dan selaput dara saja. Lebih dari itu, kesucian mata, telinga, hidung, tangan dan sekujur anggota tubuh, bahkan kesucian hati wajib dijaga. Zinanya mata adalah berpandangan dengan lawan jenis yang bukan muhrimnya, zinanya hati adalah  membayangkan dan menghayal, zinannya tangan adalah menyentuh tubuh wanita yang bukan muhrim. Dan pacaran adalah refleksi hubungan intim, dan merupakan ring empuk untuk memberi kesempatan terjadinya segala macam zina ini.
Rasulullah bersabda,
" Telah tertulis atas anak adam nasibnya dari hal zina. Akan bertemu dalam hidupnya, tak dapat tidak. Zinanya mata adalah melihat, zina telinga adalah mendengar, zina lidah adalah berkata, zina tangan adalah menyentuh, zina kaki adalah berjalan, zina hati adalah ingin dan berangan-angan. Dibenarkan hal ini oleh kelaminnya atau didustakannya."
Jika kita sejenak mau introspeksi diri dan mengkaji hadist ini dengan kepala dingin maka dapat dipastikan bahwa segala macam bentuk zina terjadi karena motivasi yang tinggi dari rasa tak pernah puas sebagai watak khas makhluk yang bernama manusia. Dan kapan saja, diman saja, perasaan tak pernah puas itu selalu memegang peranan. Seperti halnya dalam berpacaran ini.  Pacaran adalah sebuah proses ketidakpuasan yang terus berlanjut untuk sebuah pembuktian cinta. Kita lihat secara umum tahapan dalam pacaran.
  1. Perjumpaan pertama, yaitu perjumpan keduanya yang belum saling kenal. Kemudian berkenalan baik melalui perantara teman atau inisiatif sendiri. hasrat ingin berkenalan ini begitu menggebu karena dirasakan ada sifat2 yang menjadi sebab keduanya merasakan getaran yang lain dalam dada. Hubungan pun berlanjut, penilaian terhadap sang kenalan terasa begitu manis,      pertama ia nilai dengan daya tarik fisik dan penampilannya, mata sebagai juri. Senyum pun mengiringi, kemudian tertegun akhirnya , akhirnya jantung berdebar, dan hati rindu menggelora. Pertanyaan yang timbul kemudaian adalah kata-kata pujian, kemudian ia tuliskan dalam buku diary, "Akankah ia mencintaiku." Bila bertemu ia akan pandang berlama-lama, ia akan puaskan rasa rindu dalam dadanya.
  2. Pengungkapan diri dan pertalian, disinilah tahap ucapan I Love You, "Aku mencintaimu". Si Juliet akan sebagai penjual akan menawarkan cintanya dengan rasa malu, dan sang Romeo akan membelinya dengan, "I LOve You". Jika Juliet diam dengan tersipu dan tertunduk malu, maka sang Romeo pun telah cukup mengerti dengan sikap itu. Kesepakatan  pun dibuat, ada ijin sang romeo untuk datang kerumah, "Apel Mingguan atau Wakuncar ". Kapan pun sang Romeo pengin datang maka pintu pun terbuka dan di sinilah mereka akan menumpahkan perasaan masing-masing, persoalanmu menjadi persoalannya, sedihmu menjadi sedihnya, sukamu menjadi riangnya, hatimu menjadi hatinya, bahkan jiwamu menjadi hidupnya. Sepakat pengin terus bersama, berjanji sehidup semati, berjanji sampai rumah tangga. Asyik dan syahdu.
  3. Pembuktian, inilah sebuah pengungkapan diri, rasa cinta yang menggelora pada sang kekasih seakan tak mampu untuk menolak ajakan sang kekasih. " buktikan cintamu sayangku". Hal ini menjadikan perasaan masing-masing saling ketergantungan untuk memenuhi kebutuhan diantara keduanya. Bila sudah seperti ini ajakan ciuman bahkan bersenggama pun sulit untuk ditolak. Na'udzubillah
Begitulah akhirnya mereka berdua telah terjerumus dalam nafsu syahwat, tali-tali iblis telah mengikat. Mereka jadi terbiasa jalan berdua bergandengan tangan, canda gurau dengan cubit sayang, senyum tawa sambil bergelayutan,  dan cium sayang melepas abang. Kunjungan kesatu, kedua, ketiga, keseratus, keseribu, dan yang tinggal sekarang adalah suasana usang, bosan, dan menjenuhkan percintaan . Segalanya telah diberikan sang juliet, Juliet pun menuntut sang Romeo bertanggung jawab ? Ternyata sang romeo pergi tanpa pesan walaupun datang dengan kesan. Sungguh malang nasib Juliet.
Wahai para Muslimah sadarlah akan lamunan kalian , bayang-bayang cinta yang  suci, bukanlah dengan pacaran , cobalah pikirkan buat kamu muslimah yang masih bergelimang dengan pacaran atau kalian wahai pemuda yang suka gonta-ganti pacar. Cobalah jawab dengan hati jujur pertanyaan-pertanyaan berikut dan renungkan ! Kami tanya :
  1. Apakah kamu dapat berlaku jujur tentang hal adegan yang pernah kamu kamu lakukan waktu pacaran dengan si A,B,C s/d Z kepada calon pasangan yang akan menjadi istri atau suami kamu yang sesungguhnya ? Kalau tidak kenapa kamu berani mengatakan, pacaran merupakan suatu bentuk pengenalan kepribadian antara dua insan yang saling jatuh cinta dengan dilandasi sikap saling percaya ? Sedangkan kenapa kepada calon pasangan hidup kamu yang sesungguhnya kamu berdusta ? Bukankah sikap keterbukaan merupakan salah satu kunci terbinanya keluarga sakinah?
  2. Mengapa kamu pusing tujuh keliling untuk memutuskan seseorang menjadi pendamping hidupmu ? Apakah kamu takut mendapat pendamping yang setelah sekian kali pindah tangan ? " Aku ingin calon pendamping yang baik-baik" Kamu katakan seperti ini tapi mengapa kamu begitu gemar pacaran, hingga melahirkan korban baru yang siap pindah tangan dengan kondisi " Aku bukan calon pendamping yang baik" , bekas dari tanganmu, sungguh bekas tanganmu ?
  3. Jika kamu disuruh memilih diantara dua calon pasangan hidup kamu antara yang satu pernah pacaran dan yang satu begitu teguh memegang syari'at agama, yang mana yang akan kamu pilih ? Tentu yang teguh dalam memegangi agama, ya Khan ? Tapi kenapa kamu berpacaran dengan yang lain sementara kamu menginginkan pendamping yang bersih ?
  4. Bagaimana perasaan kamu jika mengetahui istri/ suami kamu sekarang punya nostalgia berpacaran yang sampai terjadi tidak suci lagi ? Tentu kecewa bukan kepalang. Tetapi mengapa sekarang kamu melakukan itu kepada orang yang itu akan menjadi pendamping hidup orang lain ?
  5. Kalaupun istri/suami kamu sekarang mau membuka mulut tentang nostalgia berpacaran sebelum menikah dengan kamu. Apakah kamu percaya jika dia bilang kala itu kami berdua hanya bicara biasa-biasa saja dan tidak saling bersentuhan tangan ? Kalau tidak kenapa ketika pacaran bersentuhan tangan dan berciuman kamu bilang sebagai bumbu penyedap ?
  6. Jika kamu nantinya sudah punya anak apakah rela punya anak yang telah ternoda ? Kalau tidak kenapa kamu tega menyeret Ortu kamu ke dalam neraka Api Allah ? Kamu tuntut mereka di hadapan Allah karena tidak melarang kamu berpacaran dan tidak menganjurkan kamu untuk segera menikah.
Karena itu wahai muslimah dan kalian para pemuda kembalilah ke fitrah semula. Fitrah yang telah menjadi sunattullah, tidak satupun yang lari daripadanya melainkan akan binasa dan hancur.
Inti dari pembahasan ini adalah "PACARAN ITU HARAM"
sumber http://www.dudung.net/artikel-islami/bagaimana-pacaran-menurut-islam--2.html

Ta'aruf vs pacaran islami

Ta'aruf is Ta'aruf, tak bisa dimaknai dengan pacaran ISLAMI
Seiring dgn kondisi jaman yg smkn permisif, ta'aruf srg diidentikkan-atau terdegradasi maknanya menjadi 'pcran Islami'. Tak ada pcran dlm Islam, meskipun pcran yg Islami. Dlm ta'aruf, posisi seorg akh n seorg ukhti adlh mrk akan saling berkenalan, menceritakan kebaikan n keburukan-tanpa menutupi kekurangan yg ada. Tak ada subyektifitas yg bermain disana. Tak ada kecenderungan yg menyertai sprti pd pcran, sehingga ketika menjatuhkan pilihan tsb, maka itu adlh sebuah pilihan yg obyektif. Jalani ta'aruf sbgmana khittahnya, tak perlu mengubahnya menjadi pcran Islami. Ta'aruf bukanlah sebuah kepastian, hanyalah salah 1 ikhtiar manusia, sdgkan jodoh ada di Tangan ALLAH. Sehebat-hebatnya sebuah rencana, tetap rencana ALLAH-lah yg lebih hebat. Oleh krnnya, ktka kita ta'aruf semestinya kita tak perlu memendam kecenderungan kpd pasangan, yg membuat kita akan skt hati jk ternyata org yg kita beri proposal ternyata 'menolak' proposal kita. Tetap bersikap legawa, apapun yg terjadi dgn proses yg tengah kita hadapi. Krn, jodoh adlh kehendak ALLAH.

sumber http://peperonity.com/go/sites/mview/ukhuwah.islamiyah

Ta'aruf

Taaruf adalah kegiatan bersilaturahmi, kalau pada masa ini kita bilang berkenalan bertatap muka, atau main/bertamu ke rumah seseorang dengan tujuan berkenalan dengan penghuninya. Bisa juga dikatakan bahwa tujuan dari berkenalan tersebut adalah untuk mencari jodoh. Taaruf bisa juga dilakukan jika kedua belah pihak keluarga setuju dan tinggal menunggu keputusan anak untuk bersedia atau tidak untuk dilanjutkan ke jenjang khitbah - taaruf dengan mempertemukan yang hendak dijodohkan dengan maksud agar saling mengenal.
Sebagai sarana yang objektif dalam melakukan pengenalan dan pendekatan, taaruf sangat berbeda dengan pacaran. Taaruf secara syar`i memang diperintahkan oleh Rasulullah SAW bagi pasangan yang ingin nikah. Perbedaan hakiki antara pacaran dengan ta’aruf adalah dari segi tujuan dan manfaat. Jika tujuan pacaran lebih kepada kenikmatan sesaat, zina, dan maksiat. Taaruf jelas sekali tujuannya yaitu untuk mengetahui kriteria calon pasangan

 Proses taaruf

Dalam upaya ta’aruf dengan calon pasangan, pihak pria dan wanita dipersilakan menanyakan apa saja yang kira-kira terkait dengan kepentingan masing-masing nanti selama mengarungi kehidupan. Tapi tentu saja semua itu harus dilakukan dengan adab dan etikanya. Tidak boleh dilakukan cuma berdua saja. Harus ada yang mendampingi dan yang utama adalah wali atau keluarganya. Jadi,taaruf bukanlah bermesraan berdua,tapi lebih kepada pembicaraan yang bersifat realistis untuk mempersiapkn sebuah perjalanan panjang brdua.

Tujuan Taaruf

Taaruf adalah media syar`i yang dapat digunakan untuk melakukan pengenalan terhadap calon pasangan. Sisi yang dijadikan pengenalan tak hanya terkait dengan data global, melainkan juga termasuk hal-hal kecil yang menurut masing-masing pihak cukup penting, misalnya masalah kecantikan calon istri, dibolehkan untuk melihat langsung wajahnya dengan cara yang saksama, bukan cuma sekadar curi-curi pandang atau melihat fotonya. Islam telah memerintahkan seorang calon suami untuk mendatangi calon istrinya secara langsung, bukan melalui media foto, lukisan, atau video.
Pada hakikatnya wajah seorang wanita itu bukan aurat, jadi tak ada salahnya untuk dilihat.





Cara melakukan Taaruf (perkenalan) untuk Pernikahan

Banyak orang yang tidak tahu bagaimana cara taaruf yang efektif bagi pasangan yang mau menikah. Nah, Di bawah ini merupakan cara-cara efektif untuk melakukan perkenalan diantara pasangan yang mau menikah, yaitu:

1.Bertanyalah kepada orang yang dianggap paling dekat dengan calon tersebut yang dapat dipercaya sehingga Insya Allah informasi yang kita dapatkan cukup
objektif.

2.Untuk mendapatkan kemantapan, lakukanlah sholat istikharah dan mohonlah kepada Allah karena Dia yang paling tahu mana yang terbaik untuk kita.

3.Setelah memiliki kecendrungan yang kuat untuk mempersunting maka langkah selanjutnya adalah perkenalan (ta'aruf) antar keduanya secara lebih dekat yaitu secara langsung, namun tetap menjaga norma-norma Islam.

4.Setelah itu, maka diteruskan dengan proses berikutnya sampai akad nikah. Tentu dalam hal ini kedua keluarga memiliki kontibusi yang sangat dominan. Karena keterangan no 1-3 baru menjelaskan bagaimana mengenali sang calon tanpa pacaran.

ikhwan dan akhwat

Ikhwan dan Akhwat Sejati

IKHWAN SEJATI
Seorang remaja pria bertanya pada ibunya, ”Ibu, ceritakan padaku tentang ikhwan sejati!”

Sang Ibu tersenyum dan menjawab…
Ikhwan Sejati bukanlah dilihat dari bahunya yang kekar, tetapi dari kasih sayangnya pada orang disekitarnya.

Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari suaranya yang lantang, tetapi dari kelembutannya mengatakan kebenaran.

Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari jumlah sahabat di sekitarnya, tetapi dari sikap bersahabatnya pada generasi muda bangsa.
Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari bagaimana dia di hormati di tempat bekerja, tetapi bagaimana dia dihormati di dalam rumah.
Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari kerasnya pukulan, tetapi dari sikap bijaknya memahami persoalan.

Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari dadanya yang bidang, tetapi dari hati yang ada dibalik itu.

Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari banyaknya akhwat yang memuja, tetapi komitmennya terhadap akhwat yang dicintainya.
Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari jumlah barbel yang dibebankan, tetapi dari tabahnya dia mengahdapi lika-liku kehidupan.

Ikhwan Sejati bukanlah dilihat dari kerasnya membaca Al-Quran, tetapi dari konsistennya dia menjalankan apa yang ia baca.
Setelah itu, sang remaja pria kembali bertanya. Siapakah yang dapat memenuhi kriteria seperti itu, Ibu ?
Sang Ibu memberinya buku dan berkata…
Pelajari tentang dia. Ia pun mengambil buku itu, MUHAMMAD, judul buku yang tertulis di buku itu.
AKHWAT SEJATI
Seorang gadis kecil bertanya pada ayahnya, “Abi ceritakan padaku tentang akhwat sejati?”
Sang ayah pun menoleh sambil kemudian tersenyum.
Anakku…

Seorang akhwat sejati bukanlah dilihat dari kecantikan paras wajahnya, tetapi dilihat dari kecantikan hati yang ada di baliknya.
Akhwat sejati bukan dilihat dari bentuk tubuhnya yang mempesona, tetapi dilihat dari sejauh mana ia menutupi bentuk tubuhnya.
Akhwat sejati bukan dilihat dari begitu banyaknya kebaikan yang ia berikan tetapi dari, keikhlasan ia memberikan kebaikan itu.

Akhwat sejati bukan dilihat dari seberapa indah lantunan suaranya, tetapi dilihat dari apa yang sering mulutnya bicarakan.
Akhwat sejati bukan dilihat dari keahliannya berbahasa, tetapi dilihat dari bagaimana caranya ia berbicara.
Sang ayah diam sejenak sembari melihat ke arah putrinya.“Lantas apa lagi Abi?” sahut putrinya.
Ketahuilah putriku…
Akhwat sejati bukan dilihat dari keberaniannya dalam berpakaian tetapi dilihat dari sejauh mana ia berani mempertahankan kehormatannya.
Akhwat sejati bukan dilihat dari kekhawatirannya digoda orang di jalan, tetapi dilihat dari kekhawatiran dirinyalah yang mengundang orang jadi tergoda.
Akhwat sejati bukanlah dilihat dari seberapa banyak dan besarnya ujian yang ia jalani, tetapi dilihat dari sejauhmana ia menghadapi ujian itu dengan penuh rasa syukur.
Dan ingatlah…
Akhwat sejati bukan dilihat dari sifat supelnya dalam bergaul, tetapi dilihat dari sejauhmana ia bisa menjaga kehormatan dirinya dalam bergaul.Setelah itu sang anak kembali bertanya,
Siapakah yang dapat menjadi kriteria seperti itu, Abi?” Sang ayah memberikannya sebuah buku dan berkata, “Pelajarilah mereka!”
Sang anakpun mengambil buku itu dan terlihatlah sebuah tulisan “Istri Rasulullah”. (Muslimah Sholihah) 

sumber http://habibullah.hadithuna.com

wanita dalam pandangan islam

I. Pendahuluan
Wanita adalah sosok yang kerap kali menjadi perbincangan yang tiada habisnya. Sesuatu yang menyangkut wanita akan terus mendapat perhatian untuk dibicarakan. Bagi sebagian orang, wanita adalah masyarakat kelas dua. Ia tidak berhak untuk berpendapat bahkan mengurus dirinya sendiri. Semuanya diatur oleh laki-laki. Di satu sisi ada yang begitu memuja wanita. Hidup seakan mati tanpanya, segala yang dilakukannya adalah untuk wanita.
Disisi lain banyak para filosofis menganggap wanita sebagai biang keladi terjadinya berbagai bentuk bencana dan tindak kriminalitas di dunia. Negara hancur karena wanita. Seorang pangeran bahkan ada yang rela menanggalkan mahkotanya kerajaannya karena wanita. Pertikaian muncul akibat perebutan wanita. Bahkan muncul permasalahan dari kaum agama bahwa wanitalah yang menyebabkan Nabi Adam as. turun ke bumi. Wanita dianggap penyebab terjadinya dosa.
II. Pandangan Manusia Terhadap Wanita
Secara umum ada dua kelompok manusia dalam memandang wanita, yaitu:
a. Kelompok yang berbaik sangka kepada wanita, Seorang pujangga pernah berkata:
 Kaum wanita itu bagaikan minyak kesturi…
 Yang diciptakan untuk kita…
 Setiap kita tentu merasa senang mencium aromanya…
 Seorang ibu ibarat sekolah…
 Apabila kamu siapkan dengan baik…

Berarti kamu menyiapkan satu bangsa yang harum namanya…
 …Dibalik keberhasilan setiap Pemimpin ada wanita…
b. Kelompok yang menjadi musuh wanita, Pujangga lain berkata:
Kaum wanita itu bagaikan syaithan…
Yang diciptakan untuk kita…
Kita berlindung kepada Allah…
Bila ada kerusakan di bumi ini lihat wanitanya…
Satu hal yang perlu direnungi bersama adalah baik kelompok yang memuja maupun yang membencinya terkadang melakukan tindakan eksploitasi terhadap keberadaan wanita. Seringkali wanita tidak menyadari bahwa apakah dirinya dieksploitasi (dimanfaatkan) atau dimuliakan. Oleh karena itulah setiap muslim perlu mengetahui bagaimana Islam memperlakukan wanita. Berdasarkan lembaran sejarah, kita mengetahui bagaimana wanita dapat memiliki dirinya sendiri dan menyadari keberadaannya tidak hanya sebagai saudara dari laki-laki namun yang terpenting adalah hamba Allah SWT yang sama-sama menyembah Allah SWT.
Islamlah yang membebaskan wanita dari anggapan buruk terhina memiliki anak perempuan. Kisah Umar bin Khatab menjelaskan bagaimana budaya Arab jahiliyah terhadap wanita, sehingga ia rela menguburkan anak perempuannya agar tidak mendapat malu. Pada saat itu wanita menjadi harta warisan bila ayahnya wafat. Islam pulalah yang mengajarkan kedua orang tua untuk merawat dan mendidik anak perempuannya bila keduanya ingin masuk syurga.
III. Pandangan Islam Terhadap Wanita
Dalam Islam, wanita bukanlah musuh atau lawan kaum laki-laki. Sebaliknya wanita adalah bagian dari laki-laki demikian pula laki-laki adalah bagian dari wanita, keduanya bersifat saling melengkapi. (QS. Ali Imran (3) : 195)
Dalam Islam tidak pernah dibayangkan adanya pengurangan hak wanita atau penzhaliman wanita demi kepentingan laki-laki karena Islam adalah syariat yang diturunkan untuk laki-laki dan perempuan. Akan tetapi ada beberapa pemikiran keliru tentang wanita yang menyelusup ke dalam benak sekelompok umat Islam sehingga mereka senantiasa memiliki persepsi negatif terhadap watak dan peran wanita. Salah satu contohnya adalah perlarangan wanita keluar rumah untuk menuntut ilmu dan mendalami agama dengan alasan ada orang tua dan suami yang yang berhak dan berkewajiban mendidik serta memberikan pelajaran. Akibatnya mereka menghambat wanita dari pancaran ilmu pengetahuan dan memaksanya hidup dalam kegelapan dan kebodohan.
1. Laki-laki dan wanita dari asal yang sama, QS. An Nisaa’ (4) : 1
2. Tanggung jawab kemanusiaan seorang wanita, QS. Ali Imran (3) : 195
3. Pembebasan wanita dari kezhaliman jahiliyah, QS. An Nahl (16) : 58-59
4. Pembebasan wanita dari pengharaman hal yang baik pada masa jahiliyah. Seringkali wanita diharamkan untuk memakan sesuatu atau memiliki sesuatu. Ketika Islam datang maka pengharaman itu digugurkan, sehingga wanita memperoleh hak yang sama mengenai hal ini, QS. Al An’aam (6) : 139
5. Pembebasan dari harta warisan dan dalam perkawinan, QS. An Nisaa’ (4) : 19
6. Pembebasan dari buruknya hubungan keluarga akibat perkawinan. Pada masa jahiliyah, wanita yang telah menikah dengan bapaknya dapat diturunkan kepada anak yang dilahirkannya sehingga akan menimbulkan kerancuan dan kehancuran dalam keluarga namun setelah Islam datang semua itu diharamkan, QS. An Nisaa’ (4) : 22-23
7. Penegasan tentang karakteristik wanita muslimah :
a. Wanita dan pria memiliki peran yang berbeda-beda sesuai dengan karakteristiknya masing-masing, QS. Al Lail (92) : 1-4
b. Menutup aurat
Bila kita mau merenungi dan mengambil hikmah dari perintah Allah kepada muslimah untuk menutup aurat pada dasarnya adalah menjaga dan melindungi wanita itu dari kemungkinan negatif dari pandangan manusia yang melihatnya serta menjaganya agar dapat aman beraktivitas, QS. An Nur (24) : 31
c. Mendapat balasan yang sama dengan laki-laki di akhirat, QS. Al Hadid (57) : 12
Referensi :
1. Kebebasan Wanita Jilid 1, DR. Yusuf Qordhowi dan Muhammad Al Ghazali
2. Jati Diri Wanita Muslimah, Musthofa Muhammad Thahhan

sumber  http://materitarbiyah.wordpress.com

Manfaat Jilbab: Manfaat Jilbab Menurut Islam Dan Sains

Allah memerintahkan sesuatu pasti ada manfaatnya untuk kebaikan manusia. Dan setiap yang benar-benar manfaat dan dibutuhkan manusia dalam kehidupannya, pasti disyariatkan atau diperintahkan oleh-Nya. Di antara perintah Allah itu adalah berjilbab bagi wanita muslimah. Berikut ini beberapa manfaat berjilbab menurut Islam dan ilmu pengetahuan.

1. Selamat dari adzab Allah (adzab neraka)

“Ada dua macam penghuni Neraka yang tak pernah kulihat sebelumnya; sekelompok laki-laki yang memegang cemeti laksana ekor sapi, mereka mencambuk manusia dengannya. Dan wanita-wanita yang berpakaian namun telanjang, sesat dan menyesatkan, yang dikepala mereka ada sesuatu mirip punuk unta. Mereka (wanita-wanita seperti ini) tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya. Sedangkan bau surga itu tercium dari jarak yang jauh” (HR. Muslim).

Imam An-Nawawi rahimahullah menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “Wanita-wanita yang berpakaian namun telanjang” ialah mereka yang menutup sebagian tubuhnya dan menampakkan sebagian lainnya dengan maksud menunjukkan kecantikannya.

“Wanita-wanita yang berpakaian namun telanjang” ialah mereka yang menutup sebagian tubuhnya dan menampakkan sebagian lainnya dengan maksud menunjukkan kecantikannya.

2. Terhindar dari pelecehan

Banyaknya pelecehan seksual terhadap kaum wanita adalah akibat tingkah laku mereka sendiri. Karena wanita merupakan fitnah (godaan) terbesar. Sebagaiman sabda Nabi Muhammad shallallahu �alaihi wasallam,

“Sepeninggalku tak ada fitnah yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada wanita.” (HR. Bukhari)


Jikalau wanita pada jaman Rasul merupakan fitnah terbesar bagi laki-laki padahal wanita pada jaman ini konsisten terhadap jilbab mereka dan tak banyak lelaki jahat saat itu, maka bagaimana wanita pada jaman sekarang??? Tentunya akan menjadi target pelecehan. Hal ini telah terbukti dengan tingginya pelecehan di negara-negara Eropa (wanitanya tidak berjilbab).

3. Memelihara kecemburuan laki-laki

Sifat cemburu adalah sifat yang telah Allah subhanahu wata�ala tanamkan kepada hati laki-laki agar lebih menjaga harga diri wanita yang menjadi mahramnya. Cemburu merupakan sifat terpuji dalam Islam.


“Allah itu cemburu dan orang beriman juga cemburu. Kecemburuan Allah adalah apabila seorang mukmin menghampiri apa yang diharamkan-Nya.” (HR. Muslim)


Bila jilbab ditanggalkan, rasa cemburu laki-laki akan hilang. Sehingga jika terjadi pelecehan tidak ada yang akan membela.

4. Akan seperti biadadari surga

“Dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang menundukkan pandangannya, mereka tak pernah disentuh seorang manusia atau jin pun sebelumnya.” (QS. Ar-Rahman: 56)

“Mereka laksana permata yakut dan marjan.” (QS. Ar-Rahman: 58)

“Mereka laksan telur yang tersimpan rapi.” (QS. Ash-Shaffaat: 49)

Dengan berjilbab, wanita akan memiliki sifat seperti bidadari surga. Yaitu menundukkan pandangan, tak pernah disentuh oleh yang bukan mahramnya, yang senantiasa dirumah untuk menjaga kehormatan diri. Wanita inilah merupakan perhiasan yang amatlah berharga.

Dengan berjilbab, wanita akan memiliki sifat seperti bidadari surga.



5. Mencegah penyakit kanker kulit

Kanker adalah sekumpulan penyakit yang menyebabkan sebagian sel tubuh berubah sifatnya. Kanker kulit adalah tumor-tumor yang terbentuk akibat kekacauan dalam sel yang disebabkan oleh penyinaran, zat-zat kimia, dan sebagainya.

Penelitian menunjukkan kanker kulit biasanya disebabkan oleh sinar Ultra Violet (UV) yang menyinari wajah, leher, tangan, dan kaki. Kanker ini banyak menyerang orang berkulit putih, sebab kulit putih lebih mudah terbakar matahari.

Kanker tidaklah membeda-bedakan antara laki-laki dan wanita. Hanya saja, wanita memiliki daya tahan tubuh lebih rendah daripada laki-laki. Oleh karena itu, wanita lebih mudah terserang penyakit khususnya kanker kulit.

Oleh karena itu, cara untuk melindungi tubuh dari kanker kulit adalah dengan menutupi kulit. Salah satunya dengan berjilbab. Karena dengan berjilbab, kita melindungi kulit kita dari sinar UV. Melindungi tubuh bukan dengan memakai kerudung gaul dan baju ketat. Kenapa? Karena hal itu percuma saja. Karena sinar UV masih bisa menembus pakaian yang ketat apalagi pakaian transparan. Berjilbab disini haruslah sesuai kriteria jilbab.

6. Memperlambat gejala penuaan

Penuaan adalah proses alamiah yang sudah pasti dialami oleh semua orang yaitu lambatnya proses pertumbuhan dan pembelahan sel-sel dalam tubuh. Gejala-gejala penuaan antara lain adalah rambut memutih, kulit keriput, dan lain-lain.

Penyebab utama gejala penuaan adalah sinar matahari. Sinar matahari memang penting bagi pembentukan vitamin Dyang berperan penting terhadap kesehatan kulit. Namun, secara ilmiah dapat dijelaskan bahwa sinar matahari merangsang melanosit (sel-sel melanin) untuk mengeluarkan melanin, akibatnya rusaklah jaringan kolagen dan elastin. Jaringan kolagen dan elastin berperan penting dalam menjaga keindahan dan kelenturan kulit.

Jilbab adalah kewajiban untuk setiap muslimah.

Krim-krim pelindung kulit pun tidak mampu melindungi kulit secara total dari sinar matahari. Sehingga dianjurkan untuk melindungi tubuh dengan jilbab.

Jilbab adalah kewajiban untuk setiap muslimah. Dan jilbab pun memiliki manfaat. Ternyata tak sekedar membawa manfaat ukhrawi namun banyak juga manfaat duniawinya. Jilbab tak hanya sekedar menjaga iman dan takwa pemakainya, namun juga membuat kulit terlindungi dari penyakit kanker dan proses penuaan.


Ternyata jilbab tak sekedar membawa manfaat ukhrawi namun banyak juga manfaat duniawinya.

Jilbab tak hanya sekedar menjaga iman dan takwa pemakainya, namun juga membuat kulit terlindungi dari penyakit kanker dan proses penuaan.



Demikianlah Allah memberi kasih sayangnya kepada wanita melalui syariat islam yang sempurna.



(Sumber: http://www.voa-islam.net)

Nasihat agung bagi wanita Muslimah

Nasihat Agung bagi Wanita Muslimah

Oleh: Amimah Hasan Ahmad Muhammad Hasan
Istri  Syaikh Ayman Adh-Dhowahiri hafizhahumalloh

Segala Puji bagi Allah Rabb Semesta Alam, Shalawat dan Salam semoga terlimpah kepada Pemuka Para Rasul Sayyiduna Muhammad SAW dan keluarga beliau beserta para sahabat dan orang-orang yang diberi petunjuk dengan petunjuk beliau dan mengikuti jejak beliau hingga Hari Pembalasan kelak.

Saudari-saudari ku, Para Akhwat Muslimah yang mulia.
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Sudah lama saya merasa terbebani untuk bisa mengungkapkan kepada kalian apa yang sedang dialami oleh Umat Islam saat ini mulai, dari peristiwa-peristiwa besar hingga situasi-situasi yang sulit, akan tetapi keadaan saya dan kalian jauh berbeda. Dan inilah saatnya saya berbicara kepada saudari-saudariku yang terhormat, akan tetapi akan saya mulai untuk Keluarga dan Sanak Saudara di Negeri kami yang tercinta. Saya katakan kepada mereka: Kami di sini dalam keadaan sehat wal afiat serta dalam naungan nikmat Allah SWT, hati dan jiwa kami selalu bersama kalian walau jarak jauh membentang diantara kita.

Beginilah dunia, pertemuan dan perpisahan akan senantiasa menyelimuti kita dan kami menganggap saya berada dalam kebenaran sedang kebenaran tersebut telah memanggil kami, sebagaimana Firman Allah Ta’ala:

“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman” (Qs. Ali Imran 139).
Semoga kita bias bertemu kembali tak lama lagi Insya Allah karena sesungguhnya kemudahan Allah telah dekat dan jika pertolongan-Nya telah datang maka tidak ada yang bias menghalanginya dengan izin-Nya Ta’ala.

Dan setelah keluarga dan kerabat, saya tujukan kata-kata saya ini untuk para Akhwat terhormat dalam Umat Muslim kita yang berharga. Saya khususkan untuk menyebut Akhwat kita yang tercinta yang sedang ribath di Tanah Jihad di belahan dunia, dan Para Ibu kita yang telah mempersembahkan sebagian hati mereka fie Sabilillah dan dalam menolong diennya. Oleh karena itu mereka tak pernah takut dan bosan untuk menolong Dien ini, berapa banyak mereka persembahkan Para Suami, Anak-anak dan Saudara, berapa banyak pula mereka diuji fie Sabilillah, maka keadaan kami semua dalam keadaan yang serupa.

Para wanita yang sedang ribath dan berjihad serta diuji fie Sabilillah, mereka mempersembahkan apa yang mereka miliki untuk mereka korbankan akan tetapi –dan Allah lah yang tiada ilah selain-Nya- semua itu tidak bahkan tidak akan menyurutkan satu langkah pun dalam membela Dien kita ini walaupun apa saja telah kita alami di jalan ini seperti kehilangan orang yang tercinta dan jauh dari sanak saudara, akan tetapi –walaupun begitu- kami tidak mendapatkan kecuali manisnya apa yang kami alami dan ridha terhadap Rabb kami yang telah memuliakan kami dan menyucikan kami dengannya tanpa ibadah lainnya yaitu dengan memberi rizki kami untuk bias berjihad fie sabilillah, membela dien-Nya dan meninggikan kalimat-Nya. Akan tetapi di tengah ujian yang menghadang, kami masih mampu untuk bisa bertahan hidup atas kemulian dan karunia dari Allah SWT.

Saudari-saudari ku yang tercinta dan terhormat,

Teguh, teguh di jalan ini -jihad- dan kami tidak akan bisa dihentikan oleh kekuatan super power maupun aliansi Negara-negara karena Allah Azza wa Jalla bersama kami, Dia lah cukup bagi kami dan kami serahkan semuanya pada-Nya, kami pun tidak akan pernah takut kepada siapapun juga kecuali kepada-Nya SWT. Dan kami  dengan apa saja yang kami hadapi selama ini –Alhamdulillah- tetap teguh dan gembira dengan apa yang telah dijanjikan Allah SWT dalam firman-Nya:

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat” (Qs. Al-Baqarah 214).
Kemenangan sudah dekat dengan izin Allah, dan Rabb kami tidak akan pernah lalai dengan janji-Nya Insya Allah, entah itu dengan Kemenangan maupun dengan syahadah (mati syahid), keduanya lebih manis dari yang lain. Dan kami tidak akan pernah muundur dari membela Dien kami karena itu lebih berharga bagi kami.
Saya mengharap kepada Allah untuk diberikan kesabaran bagi kami dan saudari-sadari kami di penjuru dunia –terutama di bumi ribath seperti Palestina, Irak, Chechnya, Afghanistan dan Somalia- serta keteguhan hingga ajal menjemput, entah itu dengan kemenangan maupun syahadah.

“Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya” (Qs. Yusuf 21).
Saya ingatkan diri saya sendiri dan para akhwat muslimah yang tercinta terhadap para Shahabiyah Mukminah yang berjihad dan berhijrah, merekalah sebaik-baik tauladan bagi kita, dari merekalah kami mencontoh dan dengan mereka lah kami menghibur diri karena berapa banyak ibroh dan ketetapan yang bisa kita ambil dari siroh mereka harum. Mereka tidak pernah mundur dan bosan dalam mengabdi kepada Dien kita ini dan kami –Insya Allah- dalam jalan mereka. Sebaik-baik tauladan bagi kami adalah Sayyidah Khodijah ra. Saat beliau menolong Rasulllah SAW dalam menjalankan dakwahnya dan berkata: “Demi Allah, Allah tidak akan pernah menghinakanmu selamanya karena engkau adalah orang yang menyambung tali silaturahmi, berkata jujur, menolong yang lemah dan membela kebenaran”

Begitu pula Sayyidah Shofiyah ra, beliau adalah wanita yang pemberani, saat Kaum Yahudi melewati sebuah benteng kaum muslimin dan kemudian mengepungnya sedangkan ketika itu kaum muslimin sedang menghadapi musuh-musuh mereka di garis depan, maka beliau ra segera turun dan membunuh seorang Yahudi dengan sebuah tongkat tanpa ada rasa takut dan cemas. Sungguh beliau ini lebih pemberani dari pada kebanyakan para lelaki pada zaman ini.

Begitu pula Sayyidah Ummu ‘Imaroh ra saat melindungi Rasulullah SAW pada Perang Uhud  dan terluka dengan 12 luka serta terputus tangan beliau ketika Perang Yamamah dengan 11 luka di selain tangan beliau.

Maka dari mereka lah kami mencontoh dalam membantu suami-suami kami untuk menegakkan kebenaran serta dalam keberanian dan pengorbanan karena kami tidak takut kepada siapapun kecuali hanya Allah SWT.

Adapun Risalah saya yang kedua, saya tujukan kepada Para Akhwat Muslimah yang ditahan di Penjara-Penjara Thoghut:
Saya katakan kepada mereka:
Kalian berada dalam hati kami dan tidak akan pernah kami lupakan karena Insya Allah kami tidak akan menyurutkan kesungguhan kami untuk membebaskan kalian. Kalian adalah harga diri kami dan kami adalah saudari kalian yang tidak akan pernah menyerah selamanya dan Allah mengetahui bahwa kami senantiyasa berdoa supaya Allah menjaga kalian dari segala kejahatan dan keburukan serta membebaskan kalian.

Risalah yang ketiga ini saya tujukan kepada Seluruh kaum Muslmah di Dunia:

Pertama-tama saya serukan kepada mereka untuk senantiyasa beriltizam kepada Hukum-hukum Islam secara keseluruhan karena di dalamnya ada kebahagiaan di dunia dan kemenangan di akhirat dan khususnya untuk beriltizam terhadap Hijab, karena itu adalah pertanda seorang Muslimah yang mengabdi kepada Rabbnya dan Taat terhadap perintah-perintah Nya dan jika ia meninggalkannya maka sesungguhnya ia telah taat kepada Syaithon, sebagaimana kalian ketahui wahai Para Akhwat Muslimah sesungguhnya Penentangan terhadap Hijab adalah termasuk Peperangan besar yang terjadi anata Islam dan Kafir. Orang-orang kafir yang jahat itu menginginkan agar Para wanita melepaskan diennya dan yang pertam-tama bisa melepaskan oleh seorang wanita adalah penampilan dan pelindungnya, karena jika seorang wanita sudah bisa lepas dari penampilan dan pelindungnya maka dengan mudah akan melepaskan pula dien nya yang lain.

Maka wajib bagi seorang wanita Muslimah untuk memperhatikan hal ini baik-baik.
Sebagaimana kalian ketahui pula wahai Para Akhwat Muslimah bahwa barat tidak menginginkan kalian tidak lain hanya untuk menjadikan kalian barang dagangan yang bisa dijual dan menghapus cirri khas keislaman dari diri kalian. Dan Hijab bagi seorang wanita muslimah adalah ciri khas pertama dari ciri-ciri keislaman yang ada karena didalamnya ada kehormatan, kesucian dan pelindung kalian.

Dunia Barat Kafir tidak menginginkan kalian beriltizam terhadap hijab karena iltizamnya seorang wanita terhadap hijab akan bisa menyingkap kebobrokan mereka dan menghinakan akhlak mereka serta melemahkan perkumpulan mereka, maka kemudian Barat Kafir tersebut mulai memperdagangkan para wanita dan menggambarkan bahwa seorang wanita itu adalah barang dagangan yang murah dan bagi mereka wanita itu tidaklah terlindungi dan tidak pula terhormat akan tetapi wanita itu bagi mereka adalah sarana dalam bisnis kotor dan kemaksiatan. Na’udzubillah mindzalik dari ini semua.
Ketahuilah bahwa seorang Wanita Muslimah yang berhijab itu terlindungi kesuciannya dan terhormat di dalam maupun di luar rumah, ia adalah permata yang tersembunyi dan mutiara yang berharga, sebagaimana dalam firman Allah SWT:

“Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang” (Qs Al-Ahzab 59).
Ini adalah firman Allah Azza wa Jalla kepada Rasul-Nya SAW untuk menasehati istri-istri beliau, putri-putri beliau dan kaum muslimah sekalian , maka oleh karena itu wajib bagi kita wahai saudariku mukminah untuk beriltizam kepada hijab syar’i dan itu lebih baik bagi kita dalam dien maupun kehidupan dunia.

Kedua kalinya saya wasiatkan kepada saudariku muslimah untuk mendidik anak-anak mereka untuk taat kepada Allah SWT dan mencintai Jihad fie sabilillah serta memotivasi para ikhwan, para suami dan anak-anak untuk mempertahankan tanah kaum muslimin dan kekayaannya serta mengembalikannya dari tangan para penjarah yang telah menjarah negeri-negeri kaum muslimin dan merampas kekayaannya, begitu pula untuk menyadarkan umat Islam untuk berlepas diri dari orang-orang ingin bersekutu dengan musuh dan orang-orang yang lalai di bumi Islam.

Saya wasiatkan kepada mereka juga untuk membantu para mujahidin dengan doa dan harta serta membantu mujahidin yang terluka dan para tawanan dengan harta dan penghidupan bagi anak-anak dan istri-istri mereka karena mereka sangat membutuhkan orang-orang yang membantu kebutuhan hidupnya.

Saya ingatkan para akhwat deangan sabda Nabi SAW:
"الصَّوْمُ جُنَّةٌ وَالصَّدَقَةُ تُطْفِئُ الْخَطِيئَةَ كَمَا يُطْفِئُ الْمَاءُ النَّارَ"
“Puasa adalah perisai, dan sedekah itu menghapuskan kesalahan sebagaimana air memadamkan api” (Diriwayatkan oleh At Tirmidzi, beliau berkata: Hadist Hasan Shohih).
Saya ingatkan pula dengan sabda Nabi SAW:
يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ تَصَدَّقْنَ فَإِنِّي رَأَيْتُكُنَّ أَكْثَرَ أَهْلِ النَّارِ"
“Wahai para wanita, bersedekahlah kalian, karena aku melihat wanita adalah yang paling banyak dari penghuni neraka” (HR Bukhari).
Saya tekankan pula bagi para akhwat muslimah di belahan dunia bahwa peranan wanita muslimah sangatlah penting sekali dalam amal islami, karena wanita itu adalah saudara kandung para lelaki, maka wajib bagi bagi wanita muslimah untuk berusaha bersama para lelaki untuk membela dien dan bangsanya dengan jiwanya, apabila belum mampu maka dengan hartanya dan jika belum mampu maka dengan dakwah di jalan diennya yaitu dengan berdakwah kepada para akhwat muslimah di masjid-masjid, di sekolah, pesantren dan rumah, jika belum mampu juga bisa lewat media internet, kalian bisa berdakwah dengan menulis di dalamnya dan menyebarkannya serta menyebarkan dakwah-dakwahnya para mujahidin dan insya Allah akan sampai dan akan kalian dapati telinga-telinga yang mendengarkan serta hati-hati yang berteriak. Maka saya berharap dari kalian wahai para akhwat muslimah untuk tidak mundur dan bosan-bosannya untuk membela dien kita ini dengan wasilah apapun jua semampu kita.
Sering kali ada pertanyaan tentang apa peran para wanita dan jihad sekarang ini, maka saya katakan: Sesungguhnya Jihad (pada hari ini -pent.) adalah Fardhu ‘Ain bagi setiap Muslim dan Muslimah, akan tetapi jalan untuk menuju peperangan bukanlah hal yang mudah bagi wanita karena dibutuhkan adanya mahrom karena seorang Muslimah itu wajib harus beserta mahromnya apabila dalam perjalanan hingga kembali, akan tetapi kita pun tetap harus membela dien kita ini dengan berbagai macam jalan yang ada, dan kita harus mempersiapkan diri kita dalam menolong para Mujahidin, apapun yang mereka butuhkan dari kita, kita harus siap memenuhinya, entah itu berupa bantuan dengan harta, pelayanan bagi mereka, bantuan berupa informasi, pendapat dan ikut serta dalam peperangan ataupun bahkan hingga amaliyah istisyhadiyah. Berapa banyak Para Muslimah yang melakukan amaliyah istisyhadiyah di Palestina, Irak, dan Chechnya hingga bisa menewaskan para musuh dan mengantarkan mereka kepada kekalahan. Kami berharap semoga Allah menerima amalan mereka dan mendapatkan kebaikan.

Akan tetapi peran kita yang terpenting adalah –semoga Allah menerima amalan kita ini- menjaga Para Mujahidin yaitu dengan menjaga anak-anak mereka, tempat tinggal mereka dan rahasia-rahasia mereka, serta membantu mereka dengan memberikan pendidikan yang terbaik bagi anak-anak mereka.

Ketahuilah bahwa para akhwat yang sedang hijrah disini –bagi Allah lah segala puji dan anugerah- mereka sedang menjalankan peranan yang besar dalam ruang lingkup hal ini. Mereka senantiasa diselimuti kesabaran, keteguhan, keberanian, zuhud terhadap dunia dan cinta akan akhirat yang mereka dambakan di tengah kesempitan hidup yang mereka hadapi yang berupa kehilangan suami, anak dan orang tua, tempat tinggal yang berpindah-pindah, bahkan sebagian mereka ada yang diuji dengan menjadi tawanan, akan tetapi mereka tetap sabar dan mengharap kepada Allah semata, bagi Allah lah segala puji dan anugerah.

Sebagai penutup saya ingatkan Para Akhwat sekalian bahwa Ajal dan Rizqi itu sudah tertulis di sisi Allah dan Jihad itu tidak mempercepat Ajal maupun mengurangi rizqi. Sesungguhnya Jihad pada hari ini menjadi Fardhu ‘Ain, karena musuh bule kafir telah menjajah Negeri Kaum Muslimin dan tempat suci yang tiga (Makkah, Madinah dan Al-Aqsha –pent.) dibawah control dan jajahan mereka, begitu juga kaum muslimin telah dikuasai oleh Penguasa Murtad, sedangkan Para Ulama telah berijma’ tentang wajibnya menumbangkan kemurtadan.

Sebagaimana perkataan Syahidul Islam –sebagaimana kita harapkan- Asy Syaikh Abdullah Azzam rahimahullah bahwa sesungguhnya Jihad hukumnya telah menjadi Fardhu ‘Ain bagi seluruh Umat Islam sejak jatuhnya kekuasaan di Andalusia.

Begitu pula para komandan mujahidin juga menyerukan kepada Umat Islam untuk berangkat ke medan-medan Jihad, maka bagi kita kaum muslimah yang tercinta supaya jangan sampai ketinggalan dalam melaksanakan Kewajiban Syar’ie ini, serta mengobarkan semangat jihad kepada yang lain.

Saya kabarkan kepada kalian bahwa Jihad ini sedang berada dalam kemenangan dan kesuksesan dan ketahuilah bahwa Media Barat yang walaupun memberikan pernyataan tentang kerugian Armada Salibis dan Yahudi di banyak medan-medan Jihad akan tetapi sesungguhnya hal itu adalah sebagian kecil dari yang sebenarnya serta menyembunyikan sebagian besar fakta yang ada, maka hendaklah kalian berpedoman kepada Media Mujahidin yang memberikan fakta langsung dari lapangan serta menyingkap kebohongan Media Barat.

Dan inilah kami di depan kalian yang masih diberikan kehidupan dan menunjukkan ketidakberdayaan Para Salibis. Jauh sebelum 8 tahun yang lalu sejak dimualinya Perang Salib, kami masih –dengan idzin Allah- bisa berjihad dari Chechnya hingga Maghrib Islami (Maroko), maka bertaqwalah kalian dengan pertolongan Allah yang telah berfirman dalam kitab-Nya yang mulia:
“Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan thaghut, sebab itu perangilah kawan-kawan syaitan itu, karena sesungguhnya tipu daya syaitan itu adalah lemah” (Qs. An-Nisa’ 76).
Kemudian saya serahkan kalian dalam penjagaan Allah dan lindungan-Nya dan akhir kata Segala Puji bagi Allah Rabb Semesta Alam dan Salawat Allah teruntuk Nabi Muhammad beserta keluarga dan para sahabatnya.

Wassalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh

dikutip dari  http://www.voa-islam.com